Sabtu, 13 Maret 2010

Tasawuf Dari Islam atau Luar Islam

0 komentar
Oleh: Al Habib Al Fadhil Rohimuddin Nawawi Al Azmatkhan Barakallahu fii ahlih

“ Apakah Tasawuf itu dari Islam atau dari luar Islam?” pertanyaan ini kerap mengganggu para penuntut ilmu-ilmu Islam yang lemah dan kurang berhubungan dengan Turats Islam, diharapkan dari tulisan ini rasa ingin tahu itu telah mendapat jawaban. Tasawuf datang dari dalam ajaran Islam, dan posisi Tasawuf adalah sebagai berikut:

1. Bagian Dari Risalah Islam

a. Definisi Risalah dan Rasul

Risalah menurut bahasa adalah sesuatu yang di berikan, perintah atau pesan yang terdiri dari beberapa masalah yang sejenis. dan Rasul menurut bahasa adalah orang yang diperintah untuk menyampaikan risalah dengan tunduk lagi patuh.

Risalah menurut istilah adalah kekhususan yang di berikan kepada seorang hamba dapat mendengar wahyu Allah berupa hukum taklifi dan diperintah untuk menyampaikannya.

Rasul adalah seorang manusia yang diutus Allah Swt untuk menyampaikan hukum-hukum-Nya. Imam al-Kalabi dan al-Farra mengatakan setiap Rasul adalah seorang Nabi dan tidak sebaliknya. Rasul adalah seorang manusia pilihan Allah Swt yang akan menjadi saksi diantara Dia dan hamba-Nya, menyampaikan kabar gembira berupa pahala kepada orang-orang yang beriman diantara mereka sebagai imbalan atas keimanan, keta’atan dan prilaku baik, mereka juga memberikan peringatan kepada orang-orang kafir dan berpaling dari kebenaran bahwa mereka akan mendapatkan siksa atas kekafiran dan keberpalingannya itu.


Kewajiban seorang Rasul adalah menyampaikan perintah Allah Swt dan mengajak manusia kepada ajaran yang diwahyukan kepadanya.

b. Tugas-Tugas Rasulullah saw. (Pengemban Risalah)

Jika kita renungkan isi kandungan Al-qur’an, akan kita ketahui bahwa tugas-tugas Rasulullah saw banyak sekali, seperti menerima wahyu, ilmu dan agama dari Allah swt dengan tata cara tertentu; membacakan wahyu, menyampaikan seluruh perintah Allah swt, memperluas makna Al-qur,an sekaligus menjelaskannya kepada manusia.

Allah Swt berfirman: “ Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an agar engkau menerangankan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya meraka memikirkan.” (QS. An-Nahl: 44) serta mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya, memimpin umat dan mentarbiyah para pengikutnya dengan pendidikan yang luhur setara dengan tarap keimanan mereka kepada Allah swt.

Jika kita klasfikasikan tugas-tuga Rasulullah saw ini berdiri di atas tiga unsur dasar sekaligus dan tidak terpisah-pisah. Firman Allah swt: “Sebagaimana telah kami utus kepada kalian seorang Rasul dari kalian yang membacakan ayat-ayat kami kepadamu dan mensucikanmu dan mengajarkan kitab0kitab dan hikmah serta mengajarkanmu apa-apa yang belum kalian ketahui”. (QS.2:151)

Tiga unsur pokok itu adalah sebagai berikut:

1. Tabligul ahkam. Menyampaikan hukum-hukum agama kepada manusia, yaitu perintah dan larangan serta halal dan haram dalam urusan ibadah dan muamalat. Di mana unsur ini pasca pristiwa fitnah (di masa Khalifah terakhir Khulafa ar-Rasyidin) diperankan dalam berbagai ijtihad para ulama Islam yang disebut faqih atau fuqaha.

2. Tanfidzul Hukm. Pelaksanaan kekuasaan (kepemerintahan), memimpin dan mengatur umat dalam urusan agama dan kehidupan dunia. Maka Rasulullah saw bagi kaumnya adalah seorang pimpinan, penguasa dan yang mengatur siyasah agama dan duniawi serta yang membimbing manusia agar mereka mengenal karakter kehidupan dunia yang mereka lalui. Misi tugas ini setelah masa fitnah tadi diperankan oleh para khalifah daulah Islam sepanjang masa.

3. Tazkiyatunnufus. Mensucikan serta mendidik jiwa umat. Kata zakah atau tazkiyah dalam kamus kontemporer disebut tarbiyah, karena tazkiyah adalah mendidik jiwa, mengendalikan syahwat dan membuat dominasi akal terhadap hawa nafsu serta menciptakan manusia-manusia yang mampu untuk menselaraskan karakter pribadinya sesuai dengan kehendak Allah swt.

Ini merupakan realisasi makna firman Allah Swt: “dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah Swt mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesunggunya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu.” (QS. Asy-Syams: 7-9)


Zakkaha bermakna mendidik sehingga nafsu itu menjadi terdidik dan terkontrol lagi terkendali. Sesungguhnya manusia apabila membiarkan dan melepaskan nafsunya berbuat sesuai dengan keinginan serta kehendak sendiri maka nafsunya itu sedang menggiring menuju malapetaka. Seseorang yang telah membiarkan nafsunya melakukan sesuatu sesuai dengan kemauannya sndiri tanpa kontrol dia tidak akan mampu melakukan kebaikan untuk dirinya apalagi kepada orang lain. Iman al-Bushairi mengatakan: “Nafsu itu seperti anak kecil yang menyusu pada ibunya jika engkau biarkan dia akan tumbuh dewasa seperti itu namun jika engkau menyapihnya dia akan berhenti menyusu.”

Unsur pokok ketiga ini –tazkiyyatunufus- pada pasca fitnah di tubuh umat Islam dinamakan tasawuf dan hal ini terealisasi melalui ijtihad para sufi ahli sunnah wal jama’ah. Dengan demikian tasawuf merupakan bagian dari Misi Islam yang dibawa oleh Rasulullah sebagai utusan Allah Swt.

Tiga unsur pokok Risalah Islamiyah ini terus berlangsung hingga masa Khulafa ar_rasyidin dan dipikulkan ke pundak para khalifahnya. Setiap khalifah bertanggung jawab menjalankan tugas misi tersebut (Tablig, Tazkiyah dan Tanfidz) atau dalam bahasa kontemporernya: (Ta,lim, tarbiyah dan Siyasah). Sehingga muncul masa fitnah di akhir khilafah Ali r.a dan permulaan Daulah Dinasti Umawiyah. Bersamaan terpecahnya umat Islam bertolak dari urusan pilitik terus merembet ke sektor kehidupan lainnya, maka mulai terpisah-pisahlah bulatan 3 misi pokok tersebut, sehingga bersama berjalannya roda kehidupan Daulah umat Islam, tiga (3) pokok misi Nubuwah itu terpisah kepada tiga komponen: Ulama Fikih (Fuqaha), Ulama Tasawuf (Sufi) dan Amirul Mukminin (Khalifah).

Tidak lagi setiap khalifah dalam Daulah Islam Dinansti Umawiyah –kecuali Khalifah Umar bin Abdul Aziz- menjadi pemegang 3 otoritas misi Nubuwah tersebut. Para Khalifah tersebut hanya mewarisakan dan mengendalikan urusan kekuasaan, politik dan hukum Negara berdasarkan Al-qur’an dan hadis. Adapun 2 misi Nubuwah lainnya diwariskan dan dikembangkan oleh Ulama Islam, terdiri dari: Fuqaha yang mewariskan Tablighul Ahkam, yaitu pengembangan hukum-hukum Islam yang menyangkut tentang Ibadah dan seputar mua,malah, yang kemudian dikenal dengan ilmu-ilmu Fikih; dan Ulama Tasawuf yang mewariskan Misi Tazkiyatunnufus, yaitu mengontrol spiritual dan akhlak umat, yang pada pertengahan abad ke II dikenal dengan sebuatan Sufi dengan karya-karyanya yang dituang dalam buku Tasawuf. Dan kondisi ini terus berlangsung hingga runtuhnya Daulah Islam secara total pada tahun 1924 dan hingga sekarang.

2. Salah Satu Rukun Agama



Tasawuf adalah salah satu rukun agama Islam. Ide ini diilhami oleh sebuah Hadis panjang yang diriwayatkan Umar bin Khathab r.a, beliau berkata: “Ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah Saw pada suatu hari, datang kepada kami seorang yang sangat putih bajunya, sangat hitam rambutnya, bekas jalannya tidak terlihat, dan tidak seorang pun mengenal diantara kami sampai dia duduk di hadapan Rasulullah Saw, menyandarkan kedua lututnya kepada lutut Rasulullah Saw, meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahanya, kemudian dia bertanya: Ya Rasulullah Saw beritahu aku tentang Islam? Rasulullah Saw menjawab: Islam adalah bahwa engkau bersaksi tiada Tuhan selain Allah Swt dan Muhammad Saw utusan Allah Swt, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji jika mampu. Dia berkata: engkau benar. Sayyidina Umar berkata: kami terkejut kepadanya dia yang bertanya dia juga yang membenarkan. Kemudian bertanya lagi, beritahu aku tentang iman? Rasulullah menjawab: engkau beriman kepada Allah Swt, kepada para malaikat, kitab-kitab, Rasul-Rasul-Nya, hari akhir dan engkau beriman kepada ketentuan baik dan buruk-Nya. Dia berkata: engkau benar.

Dia bertanya lagi tentang Ihsan? Rasulullah Saw menjawab: engkau menyembah Allah Swt seakan-akan engkau melihat Dia dan jika engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.

Selanjutnya dia bertanya tentang hari kiamat? Rasulullah Saw menjawab: Tidaklah yang di tanya tentang hal itu lebih tahu dari yang bertanya, Dia berkata: beritahu aku tentang tanda-tandanya? Rasulullah Saw menjawab: Apabila seorang hamba sahaya melahirkan anak tuannya, dan apabila orang yang bertelanjang kaki rakyat jelata lagi fakir miskin mereka berlomba bermegah-megahan dalam bangunan. Kemudian dia pergi dan saya berdiam lama. Rasulullah Saw bertanya; Wahai Umar engkau tahu siapa yang bertanya? Aku jawab: Allah Swt dan Rasul-Nya lebih tahu, Rasulullah bertkata: Ini Jibril datang untuk mengajarkan Agama kepada engkau”.(HR Bukhari)

Dari Hadis ini jelas sekali bahwa agama yang di sisi Allah itu Islam, agama yang di bawa oleh Jibril untuk dijelaskan, adalah Islam jika dilihat kepada perilaku lahiriyah dan aktifitas nyata, Iman jika dilihat kepada Keyaqinan dan aqidah yang membangkitkan aktifitas, dan Ihsan jika dilihat kepada Cara penunaiannya yang sempurna serta pemenuhan tujuan ketika disertai oleh Iman dan amal saleh.

Iman jika betul pastinya akan memproduk amal, amal jika betul juga bertolak dari iman, sedang Ihsan jika betul maka dimunculkan dari iman yang dalam dan amal yang sempurna tadi. Dalam Alqur’an puluhan ayat yang mendiskrifsikan agama ini dan menjelaskan tuntunannya dengan menyebutkan berkali-kali kata-kata Islam, Iman dan Ihsan; agar kesatuan kata tersebut menjadi mercusuar yang menyinari jalan dan menggiringnya kepada tujuan.

Kalau begitu, 3 kata berbeda: Islam, Iman dan Ihsan itu menyimbulkan satu hakekat. Ketika kita lihat dari beberapa sudut, maka masing-masing akan memberikan kriteria khusus, disamping bahwa semua sifat-sifat tersebut saling menjalin dan menjelaskan dalam membatasi satu hakikat. Oleh karena itu Hadis tersebut diakhiri dengan ungkapan: “Dia adalah Jibril datang untuk mengajarkan AGAMA kalian”, yaitu: bahwa agama yang dibawa dan diajarkan Jibril adalah Islam.

Allah swt berfirman: “Mereka adalah orang-orang yang beriman kepada gaib, mendirikan salat dan menafkahkan sebagaian yang telah KAMI rezekikann kepadanya”. (QS. 2:3), Simbol-simbol ini merupakan unsur terpenting dalam Islam.

Firman-NYA: “Katakanlah: Sesungguhnya aku diperintahkan agar menyembah Allah dengan ikhlas karenaNYA dalam (menjalankan) agama, dan aku diperintah agar menjadi orang muslim yang pertama”. (QS. 39:11-12). Dalam ayat lain: “Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan.. “. (QS. 4:125).

Di dalam ayat-ayat di atas terdapat secara sinonim ungkapan Islam, Ihsan berdiri di atas bahwa iman yang bersemayam di dalam qalbu adalah suatu eksisitansi yang pasti, jika tidak, maka tidak dapat dibayangkan bahwa di sana terdapat Islam dan Ihsan.

Jika ayat tersebut membahas sisi lahiriyah (Islam) dari inti agama, maka ayat berikut ini membahas dan mendeskrifsikan hakekat serta orisinal akar nya.


Allah swt berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang jika disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan jika dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka..”. (QS. 8:2)

“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia”. (QS. 8: 74)

Dari sini kita dapat melihat bahwa kaitan-kaitan Iman itu banyak, tidak boleh satu dengan lainnya terpisah-pisah, sebagaimana bahwa pengaruh iman secara praktis (amal) –yaitu inti keIslaman- tidak mungkin terlepas satu sama lain dari karakter keyakinan.

3. Hakikat Dalam Syariah dan Thariqah

Dalam Hadis Umar r.a lalu, terdapat pembagian agama kedalam 3 rukun atau tahapan, ini difahami dari sabda Nabi saw: “Dia adalah Jibril datang kepada kalian untuk mengajarkan AGAMA kalian”.

A. Rukun Islam, yaitu sisi amali (praktis), serupa Ibadah, mua’malat dan perkara ibadah lainnya, tempat dan perangkatnya adalah anggota tubuh lahiriyah. Ulama telah memberikan istilah Syari’ah, dan yang mempunyai spesialisasi melakukan studi ini adalah para pembesar ahli fikih.

B. Rukun Iman. sisi I’tiqad qalbu (Keyakinan hati), serupa iman kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab, Para Rasul, Hari akhir dan Qadla-Qadar. Ulama telah memberikan istilah Thariqah, Dan yang melakukan spesialisasi studi bidang ini adalah para pembesar ulama Tauhid.

Kata Islam dan Iman meskipun saling bertalian kuat, namun antara keduanya ada umum dan khusus, setiap seorang mukmin adalah muslim, namun tidak setiap muslim itu mukmin. Dalilnya firman Allah swt: “Orang-orang Arab Badui itu berkata: “kami telah beriman”, Katakanlah (kepada mereka)”kamu belum beriman, tetapi katakanlah ‘kami telah tunduk (Islam), karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu…”.( QS. 49:14).

C. Rukun Ihsan. Sisi ruh dalam hati (spiritual); adalah musyahadah (engkau menyembah Allah seolah engkau melihat-NYA), muraqabah (jika engkau tidak (merasa) melihat-NYA maka DIA melihatmu), kondisi spiritual (ahwal) serta konsekwensinya serupa, dzauq wijdani (taste of conscientious), maqamat ‘Irfaniah (akhlak mulia) dan ilmu-ilmu wahbiyah (hikmah). Para ulama menamakan Hakekat, dan yang bekompeten terhadap studi bidang ini adalah para pembesar ulama sufi.



Untuk menjelaskan hubungan antara syari’ah dan hakikah, kita dapat membuat contoh konkrit, seperti ibadah solat; melakukan gerakan solat, serta aktifitas lahiriyah lainnya yang dituturkan oleh ulama fikih, merupakan peranan sisi syari’ah, adalah merupakan jasad solat. Sedang kehadiran dan kekhusyu’an hati kepada Allah dalam mendirikan solat adalah peranan sisi hakikat, adalah ruhnya solat.

Jadi aktifitas gerakan fisik dalam solat adalah jasad solat, dan khusyu adalah ruhnya. Apakah faedah jasad jika tanpa ruh, sebagaimana ruh perlu kepada jasad sebagai tempatnya, demikian jasadpun memerlukan ruh sebagai motornya, oleh karena itu Allah swt berfirman: “Dirikanlah solat dan tunaikanlah zakat”. (QS. 2:44). Mendirikan di sini hanya dapat dilakukan dengan adanya jasad dan ruh. Demikian, para sufi itu mengarahkan dan membina umat Islam agar menjadi mukmin sempurna yang menghimpun antara syari’ah dan hakikah, sebagaimana yang mereka ikuti jejak Rasulullah saw dan para sahabatnya.

Untuk mencapai makam yang luhur dan iman yang sempurna ini harus menempuh jalannya (thariqah), apakah thariqah yang harus ditempuh oleh seorang salik tersebut..? yaitu Mujahadatun nafs, meninggalkan sifat-sifat tercela menuju sifat-sifat sempurna dan meningkatkan kesempurnaan akhlak (maqamat), inilah jembatan penghubung syari’ah kepada hakikah. Imam Al-Jurjani berkata r.a: Thariqah adalah perjalanan khusus para salik (penempuh mujahadatunnafs menuju ma’rifatullah) menuju Allah swt dengan menempuh dan meningkatkan berbagai tingkatan spiritual dan maqamat moral.

Maka Syari’ah adalah asas, Thariqah adalah sarana, dan Hakikat adalah buah hasilnya. Ketiga komponen ini sebuah integritas yang sempurna, tidak kontradiksi dan bertabrakan, barangsiapa berpegang kepada yang pertama dan menempuh jalan kedua, maka ia telah sampai kepada yang ketiga. Para tokoh Sufi dalam sebuah Kaidah mereka berkata: (Setiap hakekat yang bertolak belakang (menyalahi) syari’ah maka ia zindiq). Bagaimana mungkin hakekat menyalahi syari’ah sedang ia konsekwensi dari aplikasi syari’ah, atau dengan kata lain: hakikat adalah batinnya syari’ah dan syari’ah adalah lahirnya hakekat.

Para Salafus Soleh, ulama Sufi yang sodik dengan sebenar-benarnya ubudiyah dan Islam yang sahih telah betul-betul dapat merealisasikan semua itu, karena mereka telah menghimpun antara Syari’ah, Thariqah dan Hakekat. Dengan begitu mereka dapat menunjukan manusia ke jalan yang lurus. Agama jika kering dari hakikatnya akan kering akarnya, layu batangnya dan rusak buahnya.



Syekh Ahmad Zarruq berkata dalam salah satu Qaidahnya: (Mengembalikan sesuatu kepada asalnya dan membangun karakteristik dalilnya itu dapat menolak perkataan orang yang menginkari hakekat sesuatu tersebut. Asas Tasawuf adalah maqam Ihsan sebagaimana yang telah ditafsirkan oleh Rasullah saw: “Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-NYA,Kemudian jika engkau tidak dapat melihat-NYA, maka DIA melihatmu”, karena seluruh makna sidqut tawajuh terpulang kepada asas ini, serta sebagai porosnya, sebab kata ‘sidqut tawajuh’ melambangkan makna penuntutan muraqabah yang lazim, maka anjuran kepada kandungan sidqut tawajuh adalah inti Ihsan itu sendiri, sebagaimana fikih berkisar pada maqam Islam, dan Ushul agama (tauhid) pada maqam Iman. Jadi Tasawuf adalah merupakan bagian agama yang diajarkan oleh Jibril kepada para sahabat Nabi saw.

Al Habib Al Fadhil Rohimuddin Nawawi Al Azmatkhan Barakallahu fii ahlih
http://www.annawawi.com/
http://www.facebook.com/profile.php?id=667784485

Jumat, 12 Maret 2010

“WANITA PENYEJUK HATI”

1 komentar

Kiranya wanita seperti apakah yang dapat mengimbangi berbagai aspek kehidupannya?
yang bukan saja elok di pandang karena kebersihannya, melainkan mampu membuat orang
lain tersenyum karena keindahan budi pekerti yang terpancar melalui wajah dan bening tatapannya.

Wanita ideal bukanlah wanita yang sempurna dalam segala aspek (fisik , mental/emosi, spiritual),
melainkan ramuan yang sedap dari aspek-aspek tersebut.

Bukan wanita yang sangat cantik, akan tetapi yang kecantikannya elok di pandang ;
yang pandai menjaga kebersihan tubuhnya; yang tahu menempatkan mode pada dirinya;
yang bukan untuk menghamburkan banyak uang untuk kecantikannya, tetapi dengan kesederhanaan
selalu tampak rapi dan cantik di mana saja dan kapan saja serta pintar membawa diri;
dan bukan pula yang teramat cerdas, melainkan yang pandai menggunakan kecerdasannya.

Wanita-wanita, tak kan pernah habis untuk dibahas. Wanita merupakan subyek yang
selalu menarik untuk di perbincangkan, baik dalam nyata dan kehidupan sehari-hari,
tak ada habisnya dan tidak akan habis lekang sepanjang jaman.

Wanita sebagai pusat kehidupan di dunia, karena salah satu kebesaran Allah hanya
dititipkan kepada wanita, yakni melahirkan generasi penerus. Maka membicarakan wanita
layak yang di idamkan oleh pria untuk di jadikan istri, oleh orangtua untuk dimiliki
sebagai anak, oleh mertua untuk dijadikan menantu, oleh saudara-saudara kita untuk dijadikan panutan,
oleh masyarakat untuk dijadikan pondasi kelahiran yang mempunyai generasi yang tangguh iman dan akhlaknya.

Wanita seperti apakah yang dapat mendatangkan tenang dan bahagia pada diri suaminya;
yang taat dan bisa tetap beribadah kepada Tuhannya; yang melahirkan, mendidik serta sanggup
membesarkan anak-anak yang dipersiapkan membangun bangsa dan negara.

Siapkah anda untuk menjadi Wanita Penyejuk Hati?

Kamis, 11 Maret 2010

Mengapa Wanita Menanggis

0 komentar

Suatu ketika, ada seorang anak laki-laki yang bertanya pada ibunya. "Ibu,
mengapa Ibu menangis?". Ibunya menjawab, "Sebab aku wanita".
"Aku tak mengerti" kata si anak lagi. Ibunya hanya tersenyum dan
memeluknya erat. "Nak, kamu memang tak akan pernah mengerti...."

Kemudian anak itu bertanya pada ayahnya. "Ayah, mengapa Ibu menangis?, Ibu
menangis tanpa sebab yang jelas". sang ayah menjawab, "Semua wanita
memang sering menangis tanpa alasan". Hanya itu jawaban yang bisa
diberikan ayahnya.

Sampai kemudian si anak itu tumbuh menjadi remaja, ia tetap bertanya-tanya,
mengapa wanita menangis. Hingga pada suatu malam, ia bermimpi dan bertanya
kepada Tuhan, "Ya Allah, mengapa wanita mudah sekali menangis?"
Dalam mimpinya ia merasa seolah Tuhan menjawab, "Saat Kuciptakan wanita,
Aku membuatnya menjadi sangat utama. Kuciptakan bahunya, agar mampu menahan
seluruh beban dunia dan isinya, walaupun juga bahu itu harus cukup nyaman dan
lembut untuk menahan kepala bayi yang sedang tertidur.

Kuberikan wanita kekuatan untuk dapat melahirkan dan mengeluarkan bayi dari
rahimnya, walau kerap berulangkali ia menerima cerca dari anaknya itu.
Kuberikan keperkasaan yang akan membuatnya tetap bertahan, pantang menyerah
saat semua orang sudah putus asa.

Kepada wanita, Kuberikan kesabaran untuk merawat keluarganya walau letih, walau
sakit, walau lelah, tanpa berkeluh kesah.
Kuberikan wanita, perasaan peka dan kasih sayang untuk
mencintai semua anaknya dalam kondisi dan situasi apapun. Walau acapkali
anak-anaknya itu melukai perasaan dan hatinya.

Perasaan ini pula yang akan memberikan kehangatan pada bayi-bayi yang mengantuk menahan lelap. Sentuhan inilah yang akan memberikan kenyamanan saat didekap dengan lembut olehnya.

Kuberikan wanita kekuatan untuk membimbing suaminya melalui masa-masa sulit dan menjadi pelindung baginya. Sebab bukannya tulang rusuk yang melindungi setiap hati dan jantung agar tak terkoyak.

Kuberikan kepadanya kebijaksanaan dan kemampuan untuk memberikan pengertian dan menyadarkan bahwa suami yang baik adalah yang tak pernah melukai istrinya. Walau
seringkali pula kebijaksanaan itu akan menguji setiap akesetiaan yang diberikan
kepada suami agar tetap berdiri sejajar, saling melengkapi dan saling
menyayangi.

Dan akhirnya Kuberikan ia air mata agar dapat mencurahkan perasaannya. Inilah
yang khusus Kuberikan kepada wanita, agar dapat digunakan kapan pun ia
inginkan. Hanya inilah kelemahan yang dimiliki wanita, walaupun sebenarnya air
mata ini adalah air mata kehidupan".

Buktikan Cinta Pada Rasul

0 komentar

Buktikan cinta anda!!!

Seseorang muslim atau mukmin bukan hanya sekadar wajib beriman kepada kerasulan Nabi Muhammad s.a.w. dan membenarkan segala perkhabaran yang disampaikan Baginda bahkan dia berkewajipan menunaikan tanggungjawabnya kepada Baginda s.a.w. dan menjaga adab-adab terhadap Baginda. Tanggungjawab ini disimpulkan dalam satu ungkapan: “Nasihat kepada Rasulullah s.a.w.”. Al-Qurthubi menghuraikan maksud ungkapan ini iaitu:

والنصيحة لرسوله: التصديق بنبوته، والتزام طاعته في أمره ونهيه، وموالاة من والاه ومعاداة من عاداه، وتوقيره، ومحبته ومحبة آل بيته، وتعظيمه وتعظيم سنته، وإحياؤها بعد موته بالبحث عنها، والتفقه فيها والذب عنها ونشرها والدعاء إليها، والتخلق بأخلاقه الكريمة صلى الله عليه وسلم. (تفسير القرطبي: ج8/ص227)

Seseorang yang mengaku mencintai Rasul s.a.w. tentunya tidak berdolak dalik melaksanakan tanggungjawab ini. Jika seorang ibu yang menyintai anaknya, sanggup berbuat apa sahaja demi anaknya. Kesakitan ketika melahirkan seakan-akan hilang tatkala mendengar suara tangis si kecil di sisi. Air mata kesakitan bertukar menjadi air mata kegembiraan. Si ibu sanggup bersengkang mata tanpa menghiraukan keletihan dan kelesuan untuk kesejahteraan anaknya. Bagaimana pula sikap orang yang mengaku cintakan Rasulullah? Lihatlah bagaimana para Sahabat melaksanakan kecintaan kepada Baginda s.a.w..

Sedikit Huraian Lanjut

Kecintaan dan nasihat kepada Rasulullah direalisasikan dengan melaksanakan perkara-perkara berikut:

1. Sentiasa mematuhi segala suruhan dan larangan Baginda s.a.w..

Allah berfirman:

Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kepada Rasul Allah, dan janganlah kamu batalkan amal-amal kamu! (Muhammad: 33)

…Dan apa jua perintah yang dibawa oleh Rasulullah (s.a.w) kepada kamu maka terimalah serta amalkan, dan apa jua yang dilarangNya kamu melakukannya maka patuhilah laranganNya. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah; sesungguhnya Allah amatlah berat azab seksaNya (bagi orang-orang yang melanggar perintahNya). (al-Hasyr: 7)

…Oleh itu, hendaklah mereka yang mengingkari perintahnya (Rasulullah), beringat serta berjaga-jaga jangan mereka ditimpa bala bencana, atau ditimpa azab seksa yang tidak terperi sakitnya. (an-Nur: 63)

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سِنَانٍ حَدَّثَنَا فُلَيْحٌ حَدَّثَنَا هِلَالُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى (رواه البخاري)

Ibnu Qayyim di dalam kitabnya, I’lam al-Muwaqi’in menyatakan: Allah Ta’ala menjadikan meninggikan suara mereka mengatasi suara Rasul yang diutuskan sebagai sebab kepada musnahnya (pahala) amalan mereka. Maka bagaimana pula dengan mengutama dan mengangkat pandangan, akal, citarasa, siasah dan pengetahuan mereka sendiri mengatasi ajaran yang Baginda s.a.w datang membawanya? Tidakkah ini lebih layak untuk menjadi sebab musnahnya (pahala) amalan dan kerugian yang nyata?! [Fatawa Syar’iyyah, Syeikh Makhluf]

2. Meneladani Baginda s.a.w., berakhlak dengan akhlaknya dan mengikuti jejak langkahnya.

Allah berfirman:

Demi sesungguhnya, adalah bagi kamu pada diri Rasulullah itu contoh ikutan yang baik, iaitu bagi orang yang sentiasa mengharapkan (keredaan) Allah dan (balasan baik) hari akhirat, serta ia pula menyebut dan mengingati Allah banyak-banyak (dalam masa susah dan senang) (al-Ahzab: 21)

Katakanlah (wahai Muhammad): “Jika benar kamu mengasihi Allah maka ikutilah daku, nescaya Allah mengasihi kamu serta mengampunkan dosa-dosa kamu. Dan (ingatlah), Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani. (Ali ‘Imran: 31)

3. Berhukumkan kepada Baginda s.a.w., merelai ketetapan yang diberikannya.

Allah berfirman:

Maka demi Tuhanmu (wahai Muhammad)! Mereka tidak disifatkan beriman sehingga mereka menjadikan engkau hakim dalam mana-mana perselisihan yang timbul di antara mereka, kemudian mereka pula tidak merasa di hati mereka sesuatu keberatan dari apa yang telah engkau hukumkan, dan mereka menerima keputusan itu dengan sepenuhnya. (an-Nisa`: 65)

Dan tidaklah harus bagi orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan – apabila Allah dan RasulNya menetapkan keputusan mengenai sesuatu perkara – (tidaklah harus mereka) mempunyai hak memilih ketetapan sendiri mengenai urusan mereka. Dan sesiapa yang tidak taat kepada hukum Allah dan RasulNya maka sesungguhnya ia telah sesat dengan kesesatan yang jelas nyata. (al-Ahzab: 36)

4. Mencintai Baginda s.a.w. mengatasi kecintaan kepada makhluk lain atau kenikmatan.

Allah berfirman:

Katakanlah (wahai Muhammad): “Jika bapa-bapa kamu, dan anak-anak kamu, dan saudara-saudara kamu, dan isteri-isteri (atau suami-suami) kamu, dan kaum keluarga kamu, dan harta benda yang kamu usahakan, dan perniagaan yang kamu bimbang akan merosot, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, – (jika semuanya itu) menjadi perkara-perkara yang kamu cintai lebih daripada Allah dan RasulNya dan (daripada) berjihad untuk ugamaNya, maka tunggulah sehingga Allah mendatangkan keputusanNya (azab seksaNya); kerana Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik (derhaka). (at-Taubah: 24)

حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ عُلَيَّةَ عَنْ عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ صُهَيْبٍ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ح و حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ (رواه البخاري)

حَدَّثَنَا أَبُو دَاوُدَ سُلَيْمَانُ بْنُ الْأَشْعَثِ قَالَ أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ مَعِينٍ حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ يُوسُفَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سُلَيْمَانَ النَّوْفَلِيِّ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحِبُّوا اللَّهَ لِمَا يَغْذُوكُمْ مِنْ نِعَمِهِ وَأَحِبُّونِي بِحُبِّ اللَّهِ وَأَحِبُّوا أَهْلَ بَيْتِي بِحُبِّي قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ إِنَّمَا نَعْرِفُهُ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ (رواه الترمذي)

5. Menukar kecintaan ini kpd bentuk yang praktikal

19748 – أخبرنا عبد الرزاق عن معمر عن الزهري قال : حدثني من لا أتهم من الانصار أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان إذا توضأ أو تنخم ابتدروا نخامته ووضوءه ، فمسحوا بها وجوههم وجلودهم ، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لم تعفلون هذا ؟ قالوا : نلتمس به البركة ، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من أحب أن يحبه الله ورسوله فليصدق الحديث ، وليؤد الامانة ، ولا يؤذ جاره. (مصنف عبد الرزاق ص8/ج11)

6. Menghormati Baginda s.a.w. semasa hidup dan semasa matinya.

Allah berfirman:

…Maka orang-orang yang beriman kepadanya (Rasulullah s.a.w.), dan memuliakannya, juga menolongnya, serta mengikut nur (cahaya) yang diturunkan kepadanya (Al-Quran), mereka itulah orang-orang yang berjaya. (al-A’raf: 157)

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memandai-mandai (melakukan sesuatu perkara) sebelum (mendapat hukum atau kebenaran) Allah dan RasulNya; dan bertaqwalah kamu kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui. (al-Hujurat: 1)

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengangkat suara kamu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu menyaringkan suara (dengan lantang) semasa bercakap dengannya sebagaimana setengah kamu menyaringkan suaranya semasa bercakap dengan setengahnya yang lain. (Larangan yang demikian) supaya amal-amal kamu tidak hapus pahalanya, sedang kamu tidak menyedarinya. Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya semasa mereka berada di sisi Rasulullah (s.a.w), – merekalah orang-orang yang telah dibersihkan Allah hati mereka untuk bertaqwa; mereka beroleh keampunan dan pahala yang besar. (al-Hujurat: 2-3)

Sesungguhnya orang-orang yang memanggilmu dari luar bilik-bilik (tempat ahlimu, wahai Muhammad), kebanyakan mereka tidak mengerti (adab dan tata tertib). Dan kalaulah mereka bersabar menunggu sehingga engkau keluar menemui mereka, tentulah cara yang demikian lebih baik bagi mereka; dan (ingatlah), Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani. (al-Hujurat: 4-5)

Sesungguhnya orang-orang yang sebenar-benarnya beriman ialah mereka yang beriman kepada Allah dan RasulNya, dan apabila mereka turut bersama-sama dengan Rasulullah dalam sesuatu perkara yang memerlukan perhimpunan ramai, tidaklah mereka meninggalkan majlis perhimpunan itu sebelum mereka meminta izin kepada Baginda. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (wahai Muhammad) itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya… (an-Nur: 62)

Janganlah kamu jadikan seruan atau panggilan Rasulullah di antara kamu seperti seruan atau panggilan sesama kamu… (an-Nur: 63)

Al-Qadhi Abu Bakar ibnu al-‘Arabi: Kehormatan Nabi selepas mati sama seperti kehormatan Baginda ketika hidup. Kemuliaan percakapan Baginda yang diriwayatkan selepas kematian Baginda seperti percakapan Baginda yang didengari dari lafaz Baginda. Apabila dibaca percakapan Baginda, setiap yang hadir berkewajipan untuk tidak meninggikan suaranya dan tidak berpaling daripadanya…[Tafsir al-Qurthubi, 16/307]

7. Memuliakan Baginda s.a.w. ketika disebut namanya dengan berselawat ke atas Baginda.

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدَّوْرَقِيُّ حَدَّثَنَا رِبْعِيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ إِسْحَقَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ يُغْفَرَ لَهُ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ عِنْدَهُ أَبَوَاهُ الْكِبَرَ فَلَمْ يُدْخِلَاهُ الْجَنَّةَ قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ وَأَظُنُّهُ قَالَ أَوْ أَحَدُهُمَا وَفِي الْبَاب عَنْ جَابِرٍ وَأَنَسٍ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ وَرِبْعِيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ هُوَ أَخُو إِسْمَعِيلَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ وَهُوَ ثِقَةٌ وَهُوَ ابْنُ عُلَيَّةَ وَيُرْوَى عَنْ بَعْضِ أَهْلِ الْعِلْمِ قَالَ إِذَا صَلَّى الرَّجُلُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّةً فِي الْمَجْلِسِ أَجْزَأَ عَنْهُ مَا كَانَ فِي ذَلِكَ الْمَجْلِسِ (رواه الترمذي)

8. Berselawat dan mendoakan Baginda s.a.w.

Allah berfirman:

Sesungguhnya Allah dan malaikatNya berselawat (memberi segala penghormatan dan kebaikan) kepada Nabi (Muhammad s.a.w); wahai orang-orang yang beriman berselawatlah kamu kepadanya serta ucapkanlah salam sejahtera dengan penghormatan yang sepenuhnya.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ صَالِحٍ مَوْلَى التَّوْأَمَةِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا لَمْ يَذْكُرُوا اللَّهَ فِيهِ وَلَمْ يُصَلُّوا عَلَى نَبِيِّهِمْ إِلَّا كَانَ عَلَيْهِمْ تِرَةً فَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُمْ وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُمْ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَقَدْ رُوِيَ مِنْ غَيْرِ وَجْهٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (رواه الترمذي)

وَمَعْنَى قَوْلِهِ تِرَةً يَعْنِي حَسْرَةً وَنَدَامَةً و قَالَ بَعْضُ أَهْلِ الْمَعْرِفَةِ بِالْعَرَبِيَّةِ التِّرَةُ هُوَ الثَّأْرُ

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَيَّاشٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعَيْبُ بْنُ أَبِي حَمْزَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه البخاري)

- Selawat ke atas Nabi dituntut secara umumnya pada bila-bila masa (kecuali keadaan yang menafikan adab dengan Baginda spt ketika melihat maksiat, qadha hajat dsb)

- Sebahagian ulama menggariskan waktu-waktu yang lebih khusus untuk berselawat:

* Dalam tasyahhud
* Dalam solat jenazah
* Pada hari Jumaat
* Sebelum berdoa dan selepas berdoa
* Ketika mengingati Baginda s.a.w. atau disebut namanya.
* Ketika azan
* Ketika memasuki dan keluar masjid
* Dipermulaan surat selepas basmalah dan tahmid
* Waktu pagi dan petang

9. Mengambil berat mempelajari Sunnah Baginda serta mengkaji sirah, keperibadian, tingkahlaku, akhlak dan adab Baginda.

10. Berhati-hati dalam meriwayatkan Hadis Baginda s.a.w. agar tidak berdusta dan menokok tambah, dan tidak pula menolak sesuatu hadis yang sabit.

حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ الضَّحَّاكُ بْنُ مَخْلَدٍ أَخْبَرَنَا الْأَوْزَاعِيُّ حَدَّثَنَا حَسَّانُ بْنُ عَطِيَّةَ عَنْ أَبِي كَبْشَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ (رواه البخاري)

Abu ‘Ashim ad-Dhohhak bin Makhlad berbicara kepada kami, al-Auza’ie memberitahu kami, Hassan bin ‘Athiyyah berbicara kepada kami, daripada Abi Kabsyah, daripada ‘Abdullah bin ‘Amru, bahawa Nabi s.a.w. bersabda: Sampaikan daripadaku walaupun satu ayat. Berbicaralah tentang bani Israil, tiada mengapa. Dan sesiapa yang berdusta terhadapku dengan sengaja, maka ambillah tempat duduknya daripada neraka.

حَدَّثَنَا عَبْد اللَّهِ حَدَّثَنِي عُثْمَانُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا ابْنُ فُضَيْلٍ عَنِ الْأَعْمَشِ عَنِ الْحَكَمِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ حَدَّثَ عَنِّي حَدِيثًا يُرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَكْذَبُ الْكَاذِبِينَ (رواه أحمد)

‘Abdullah berbicara kepada kami, ‘Utsman bin Muhammad bin Abi syaibah berbicara kepadaku, Ibnu Fudhail berbicara kepada kami, daripada al-A’masy, daripada al-Hakam, daripada ‘Abdur Rahman bin Abi Laila, daripada ‘Ali r.a., beliau berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: Sesiapa meriwayatkan suatu hadis daripadaku yang dilihatnya dusta, maka dia adalah pendusta yang paling kuat berdusta.

7811 – حدثنا محمد بن أحمد بن الوليد ، نا سعيد بن عمرو السكوني ، نا بقية بن الوليد ، عن محفوظ بن مسور ، عن محمد بن المنكدر ، عن جابر قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « من بلغه عني حديث فكذب به ، فقد كذب ثلاثة : الله ، ورسوله ، والذي حدث به » (رواه الطبراني، المعجم الأوسط)

Muhammad bin Ahmad bin al-Walid berbicara kepada kami, Sa’id bin ‘Amru as-Sukuni berbicara kepada kami, Baqiyyah bin al-Walid berbicara kepada kami, daripada Mahfuzh bin Miswar, daripada Muhammad bin al-Munkadir, daripada Jabir, beliau berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda: Sesiapa yang sampai kepadanya hadis daripadaku, lalu dia mendustakannya, sesungguhnya dia berdusta kepada tiga: Allah, Rasul-Nya dan orang yang meriwayatkannya kepadanya.

6040- حَدَّثَنَا بَكْرُ بن مُحَمَّدٍ الْقَزَّازُ الْبَصْرِيُّ، حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بن إِبْرَاهِيمَ بن غَالِبٍ السُّلَمِيُّ، حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بن عَبْدِ الرَّحْمَنِ بن عَبْدِ اللَّهِ أَبُو بَكْرٍ الْعَبْدِيُّ، عَنْ إِسْحَاقَ بن يُونُسَ بن سَعْدٍ، عَنْ هِلالٍ الْوَزَّانِ، عَنْ سَعِيدِ بن الْمُسَيِّبِ، عَنْ سَلْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:”مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ بَيْتًا فِي النَّارِ، وَمَنْ رَدَّ حَدِيثًا عَنِّي، فَلْيَتَبَوَّأْ بَيْتًا فِي النَّارِ، وَمَنْ رَدَّ حَدِيثًا بَلَغَهُ عَنِّي، فَأَنَا مُخاصِمُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَإِذَا بَلَغَكُمْ عَنِّي حَدِيثٌ وَلَمْ تَعْرِفُوهُ، فَقُولُوا: اللَّهُ أَعْلَمُ” . (المعجم الكبير للطبراني، ج6 ص76)

11. Mengamalkan sunnah Baginda.

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ بَشِيرِ بْنِ ذَكْوَانَ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ أَبِي الْمُطَاعِ قَالَ سَمِعْتُ الْعِرْبَاضَ بْنَ سَارِيَةَ يَقُولُ قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً وَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ وَذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَعَظْتَنَا مَوْعِظَةَ مُوَدِّعٍ فَاعْهَدْ إِلَيْنَا بِعَهْدٍ فَقَالَ عَلَيْكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا وَسَتَرَوْنَ مِنْ بَعْدِي اخْتِلَافًا شَدِيدًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَالْأُمُورَ الْمُحْدَثَاتِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ مَرْوَانَ بْنِ مُعَاوِيَةَ الْفَزَارِيِّ عَنْ كَثِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ هُوَ ابْنُ عَمْرِو بْنِ عَوْفٍ الْمُزَنِيِّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِبِلَالِ بْنِ الْحَارِثِ اعْلَمْ قَالَ مَا أَعْلَمُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ اعْلَمْ يَا بِلَالُ قَالَ مَا أَعْلَمُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِنَّهُ مَنْ أَحْيَا سُنَّةً مِنْ سُنَّتِي قَدْ أُمِيتَتْ بَعْدِي فَإِنَّ لَهُ مِنْ الْأَجْرِ مِثْلَ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ ابْتَدَعَ بِدْعَةَ ضَلَالَةٍ لَا تُرْضِي اللَّهَ وَرَسُولَهُ كَانَ عَلَيْهِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ عَمِلَ بِهَا لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَوْزَارِ النَّاسِ شَيْئًا قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ (رواه الترمذي)

حَدَّثَنَا مُسْلِمُ بْنُ حَاتِمٍ الْأَنْصَارِيُّ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيُّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ قَالَ قَالَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا بُنَيَّ إِنْ قَدَرْتَ أَنْ تُصْبِحَ وَتُمْسِيَ لَيْسَ فِي قَلْبِكَ غِشٌّ لِأَحَدٍ فَافْعَلْ ثُمَّ قَالَ لِي يَا بُنَيَّ وَذَلِكَ مِنْ سُنَّتِي وَمَنْ أَحْيَا سُنَّتِي فَقَدْ أَحَبَّنِي وَمَنْ أَحَبَّنِي كَانَ مَعِي فِي الْجَنَّةِ وَفِي الْحَدِيثِ قِصَّةٌ طَوِيلَةٌ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ (رواه الترمذي)

12.Memperjuangkan risalah Baginda s.a.w. dengan segala yang termampu

- Rasulullah pernah memperbetulkan salah faham sahabat yg melewatkan keluar perang kerana ingin solat zohor bersama Rasulullah s.a.w.

15069 – حَدَّثَنَا حَسَنٌ حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ حَدَّثَنَا زَبَّانُ حَدَّثَنَا سَهْلٌ عَنْ أَبِيهِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ أَمَرَ أَصْحَابَهُ بِالْغَزْوِ وَأَنَّ رَجُلًا تَخَلَّفَ وَقَالَ لِأَهْلِهِ أَتَخَلَّفُ حَتَّى أُصَلِّيَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الظُّهْرَ ثُمَّ أُسَلِّمَ عَلَيْهِ وَأُوَدِّعَهُ فَيَدْعُوَ لِي بِدَعْوَةٍ تَكُونُ شَافِعَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَلَمَّا صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَقْبَلَ الرَّجُلُ مُسَلِّمًا عَلَيْهِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَدْرِي بِكَمْ سَبَقَكَ أَصْحَابُكَ قَالَ نَعَمْ سَبَقُونِي بِغَدْوَتِهِمْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ سَبَقُوكَ بِأَبْعَدِ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقَيْنِ وَالْمَغْرِبَيْنِ فِي الْفَضِيلَةِ (رواه أحمد)

13. Mempertahankan Baginda s.a.w. dan menolak segala tuduhan musuh, dakwaan golongan batil dan bid’ah golongan ekstrim.

حَدَّثَنِي عَمْرٌو النَّاقِدُ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ النَّضْرِ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ وَاللَّفْظُ لِعَبْدٍ قَالُوا حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ صَالِحِ بْنِ كَيْسَانَ عَنْ الْحَارِثِ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَكَمِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْمِسْوَرِ عَنْ أَبِي رَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ نَبِيٍّ بَعَثَهُ اللَّهُ فِي أُمَّةٍ قَبْلِي إِلَّا كَانَ لَهُ مِنْ أُمَّتِهِ حَوَارِيُّونَ وَأَصْحَابٌ يَأْخُذُونَ بِسُنَّتِهِ وَيَقْتَدُونَ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِنَّهَا تَخْلُفُ مِنْ بَعْدِهِمْ خُلُوفٌ يَقُولُونَ مَا لَا يَفْعَلُونَ وَيَفْعَلُونَ مَا لَا يُؤْمَرُونَ فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنْ الْإِيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ (رواه مسلم)

Contoh dakwaan batil

- Dakwaan menolak hadis kerana berpegang dgn al-Quran semata-mata

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ قَالَ حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ صَالِحٍ حَدَّثَنِي الْحَسَنُ بْنُ جَابِرٍ عَنْ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِيكَرِبَ الْكِنْدِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يُوشِكُ الرَّجُلُ مُتَّكِئًا عَلَى أَرِيكَتِهِ يُحَدَّثُ بِحَدِيثٍ مِنْ حَدِيثِي فَيَقُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ كِتَابُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مَا وَجَدْنَا فِيهِ مِنْ حَلَالٍ اسْتَحْلَلْنَاهُ وَمَا وَجَدْنَا فِيهِ مِنْ حَرَامٍ حَرَّمْنَاهُ أَلَّا وَإِنَّ مَا حَرَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلُ مَا حَرَّمَ اللَّهُ (رواه الترمذي وأبو داود وابن ماجه والدارمي)

1. Mengasihi al-Quran dengan membaca, mentadabbur, prihatin, beradab, beramal dan menyeru manusia kepadanya.
2. وقال أبو عبيد أيضا: حدثنا حجاج عن إسرائيل عن أبي إسحاق عن عبد الرحمن بن يزيد عن عبد الله بن مسعود قال: لا يسأل عبد عن نفسه إلا القرآن، فإن كان يحب القرآن فإنه يحب الله ورسوله .(تفسير ابن كثير ج1/ص22)

14. Memberi wala` (mengasihi, mendekati & membantu) kepada golongan yang diberi wala` oleh Baginda s.a.w.. Memusuhi mereka yang dimusuhi Baginda. Redha akan perkara yang diredhai Baginda. Marah akan perkara yang dimurkai Baginda. Contoh, mengasihi golongan soleh dan mereka yang mempunyai hubungan dengan Baginda (keturunan, persemendaan, hijrah, persahabatan, umat Islam dll). Memarahi mereka yang melanggar atau mengabaikan sunnah Baginda.

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ سَعْدٍ حَدَّثَنَا عَبِيدَةُ بْنُ أَبِي رَائِطَةَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ زِيَادٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُغَفَّلٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهَ اللَّهَ فِي أَصْحَابِي اللَّهَ اللَّهَ فِي أَصْحَابِي لَا تَتَّخِذُوهُمْ غَرَضًا بَعْدِي فَمَنْ أَحَبَّهُمْ فَبِحُبِّي أَحَبَّهُمْ وَمَنْ أَبْغَضَهُمْ فَبِبُغْضِي أَبْغَضَهُمْ وَمَنْ آذَاهُمْ فَقَدْ آذَانِي وَمَنْ آذَانِي فَقَدْ آذَى اللَّهَ وَمَنْ آذَى اللَّهَ يُوشِكُ أَنْ يَأْخُذَهُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ (رواه الترمذي)

كان عمر رضي الله عنه يفرض لاسامة في العطاء خمسة آلاف، ولابنه عبد الله ألفين، فقال له عبد الله: فضلت علي أسامة وقد شهدت ما لم يشهد ! فقال: إن أسامة كان أحب إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم منك، وأباه كان أحب إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم من أبيك،

ففضل رضي الله عنه محبوب رسول الله صلى الله عليه وسلم على محبوبه.

وهكذا يجب أن يحب ما أحب رسول الله صلى الله عليه وسلم ويبغض من أبغض. (تفسير القرطبي ج14/ص 239)

Contoh perlaksanaan terhadap perkara di atas:

a) Kepatuhan kepada Rasulullah

- Menerima calon Rasulullah s.a.w.

قال الإمام أحمد: حدثنا عبد الرزاق، أخبرنا مَعْمَر، عن ثابت البُنَاني، عن أنس قال: خطب النبي صلى الله عليه وسلم على جُلَيْبيب امرأة من الأنصار إلى أبيها، فقال: حتى أستأمر أمها. فقال النبي صلى الله عليه وسلم: فنعم إذًا. قال: فانطلق الرجل إلى امرأته، [فذكر ذلك لها] ، فقالت: لاها الله ذا ، ما وجد رسول الله صلى الله عليه وسلم إلا جلَيبيبا، وقد منعناها من فلان وفلان؟ قال: والجارية في سترها تسمع. قال: فانطلق الرجل يريد أن يخبر النبي صلى الله عليه وسلم بذلك. فقالت الجارية: أتريدون أن تَرُدّوا على رسول الله صلى الله عليه وسلم أمره؟ إن كان قد رضيه لكم فأنكحوه. قال: فكأنها جَلَّت عن أبويها، وقالا صدقت. فذهب أبوها إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: إن كنت رضيته فقد رضيناه. قال: “فإني قد رضيته”. قال: فزوجها ، (تفسير ابن كثير: ج6/ص422)

- Hingga baju-baju mereka melekat di dinding-dinding rumah

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ يَعْنِي ابْنَ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِي الْيَمَانِ عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَبِي عَمْرِو بْنِ حِمَاسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ حَمْزَةَ بْنِ أَبِي أُسَيْدٍ الْأَنْصَارِيِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَهُوَ خَارِجٌ مِنْ الْمَسْجِدِ فَاخْتَلَطَ الرِّجَالُ مَعَ النِّسَاءِ فِي الطَّرِيقِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلنِّسَاءِ اسْتَأْخِرْنَ فَإِنَّهُ لَيْسَ لَكُنَّ أَنْ تَحْقُقْنَ الطَّرِيقَ عَلَيْكُنَّ بِحَافَّاتِ الطَّرِيقِ فَكَانَتْ الْمَرْأَةُ تَلْتَصِقُ بِالْجِدَارِ حَتَّى إِنَّ ثَوْبَهَا لَيَتَعَلَّقُ بِالْجِدَارِ مِنْ لُصُوقِهَا بِهِ (رواه أبو داود)

- Duduk di luar masjid kerana terdengar Nabi s.a.w. memerintah untuk duduk

- 37173 عن عبد الرحمن بن أبي ليلى أن عبد الله بن رواحة أتى النبي صلى الله عليه وسلم ذات يوم وهو يخطب فسمعه وهو يقول : اجلسوا فجلس مكانه خارجا من المسجد حتى فرغ النبي صلى الله عليه وسلم من خطبته ، فبلغ ذلك النبي صلى الله عليه وسلم فقال له : زادك الله حرصا على طواعية الله وطواعية رسوله (كر). (كنز العمال: ج13/ص451)

b) Beradab dengan Rasulullah

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُقَاتِلٍ أَخْبَرَنَا وَكِيعٌ أَخْبَرَنَا نَافِعُ بْنُ عُمَرَ عَنْ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ قَالَ كَادَ الْخَيِّرَانِ أَنْ يَهْلِكَا أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ لَمَّا قَدِمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفْدُ بَنِي تَمِيمٍ أَشَارَ أَحَدُهُمَا بِالْأَقْرَعِ بْنِ حَابِسٍ التَّمِيمِيِّ الْحَنْظَلِيِّ أَخِي بَنِي مُجَاشِعٍ وَأَشَارَ الْآخَرُ بِغَيْرِهِ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ لِعُمَرَ إِنَّمَا أَرَدْتَ خِلَافِي فَقَالَ عُمَرُ مَا أَرَدْتُ خِلَافَكَ فَارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُهُمَا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَزَلَتْ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ إِلَى قَوْلِهِ عَظِيمٌ قَالَ ابْنُ أَبِي مُلَيْكَةَ قَالَ ابْنُ الزُّبَيْرِ فَكَانَ عُمَرُ بَعْدُ وَلَمْ يَذْكُرْ ذَلِكَ عَنْ أَبِيهِ يَعْنِي أَبَا بَكْرٍ إِذَا حَدَّثَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَدِيثٍ حَدَّثَهُ كَأَخِي السِّرَارِ لَمْ يُسْمِعْهُ حَتَّى يَسْتَفْهِمَهُ (رواه البخاري)

Muhammad bin Muqatil berbicara kepada kami, Waki’ memberitahu kami, Nafi’ bin ‘Umar memberitahu kami, daripada Ibnu Abi Mulaikah, beliau berkata: Dua lelaki terbaik; Abu Bakar dan ‘Umar hampir-hampir binasa tatkala rombongan Bani Tamim dating menemui Nabi s.a.w.. Salah seorang daripada mereka berdua mencadangkan al-Aqra’ bin Habis at-Tamimi al-Hanzholi, saudara lelaki Bani Mujasyi’ (sebagai pemimpin rombongan) sedangkan seorang lagi mencadangkan orang lain. Lantas Abu Bakar berkata kepada ‘Umar: Kamu hanya ingin menyanggah aku. Lantas ‘Umar menjawab: Aku bukannya ingin menyanggahmu. Suara mereka berdua pun meninggi berhampiran Nabi s.a.w.. lalu turun ayat (yang bermaksud):

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengangkat suara kamu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu menyaringkan suara (dengan lantang) semasa bercakap dengannya sebagaimana setengah kamu menyaringkan suaranya semasa bercakap dengan setengahnya yang lain. (Larangan yang demikian) supaya amal-amal kamu tidak hapus pahalanya, sedang kamu tidak menyedarinya. Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya semasa mereka berada di sisi Rasulullah (s.a.w), – merekalah orang-orang yang telah dibersihkan Allah hati mereka untuk bertaqwa; mereka beroleh keampunan dan pahala yang besar.

Ibnu Abi Mulaikah berkata: Ibnu az-Zubair berkata: – (tanpa menyatakan tentang datuknya iaitu Abu Bakar) -, ‘Umar selepas itu apabila beliau berbicara dengan Nabi s.a.w. dalam suatu perbualan, beliau berbicara seperti rakan berbisikkan rahsia. Beliau tidak memperdengarkan (suara) kepada Baginda sehingga Baginda bertanyakan beliau kembali (lantaran suaranya yang terlalu perlahan).

- Tidak mengatakan “saya lebih besar daripada Rasulullah s.a.w.” kerana menjaga adab dengannya

* 15421- حَدَّثَنَا الْعَبَّاسُ بن الْفَضْلِ الأَسْفَاطِيُّ، حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بن الْمُنْذِرِ الْحِزَامِيُّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بن أَبِي ثَابِتٍ الزُّهْرِيُّ، عَنِ الزُّبَيْرِ بن مُوسَى، عَنْ أَبِي الْحُوَيْرِثِ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ الْمَلِكِ بن مَرْوَانَ، يَقُولُ لِقَبَاثِ بن أَشْيَمَ اللَّيْثِيِّ: يَا قَبَاثُ، أَنْتَ أَكْبَرُ أَمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟، فَقَالَ:”رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْبَرُ مِنِّي، وَأَنَا أَسَنُّ مِنْهُ، وُلِدَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْفِيلِ، وَتَنَبَّأَ عَلَى رَأْسِ أَرْبَعِينَ مِنَ الْفِيلِ”.(المعجم الكبير للطبراني)

* Selepas setahun berdakwah di Madinah, Mush’ab bin ‘Umair pulang ke Mekah lalu beliau pertama-tamanya menemui Rasulullah s.a.w.. Mush’ab merupakan seorang anak yang amat berbakti kepada ibunya. Lantas Ibunya mengutus utusan memarahinya: Wahai anak derhaka, adakah kamu datang ke sebuah negeri yang aku ada di dalamnya, tetapi kamu tidak memulakan dengan diriku dahulu? Maka Mush’ab menjawab: Saya tidak akan memulakan dengan (bertemu) seseorang sebelum (bertemu) Rasulullah s.a.w.. [Taujihat Nabawiyah, Dr. Sayyid Nuh, 2/106]
* Semasa peristiwa al-Hudaibiyah , Rasulullah mengutus ‘Utsman bin ‘Affan r.a untuk berunding dengan Quraisy Mekah (kerana beliau disukai kalangan mereka). Mereka menawarkan kepada beliau untuk bertawaf di Baitullah. Lantas ‘Utsman menjawab: Aku tidak akan tawaf sebelum Rasulullah (melakukan tawaf).
* Dalam sebuah hadis riwayat Muslim yang panjang, ‘Amru bin al-‘Ash berkata:

وَمَا كَانَ أَحَدٌ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَا أَجَلَّ فِي عَيْنِي مِنْهُ وَمَا كُنْتُ أُطِيقُ أَنْ أَمْلَأَ عَيْنَيَّ مِنْهُ إِجْلَالًا لَهُ وَلَوْ سُئِلْتُ أَنْ أَصِفَهُ مَا أَطَقْتُ لِأَنِّي لَمْ أَكُنْ أَمْلَأُ عَيْنَيَّ مِنْهُ

Tiada seorang yang lebih aku kasihi berbanding Rasulullah s.a.w.. Dan tiada seorang yang lebih agung pada pandangan mataku berbanding Baginda. Aku tidak mampu menatapnya sepenuh mataku kerana memuliakannya. Kalau aku ditanya untuk menceritakan sifat-sifat Baginda, aku tidak mampu kerana aku tidak pernah menatapnya sepenuh mataku.

c) Beradab dengan Rasulullah selepas kewafatan Baginda

Diriwayatkan daripada Ibnu Humaid bahawa, Khalifah Abu Ja’far berdebat dengan Imam Malik di Masjid Nabi. Abu Ja’far meninggikan suaranya, lantas Malik berkata: Wahai Amir al-Mu`minin jangan meninggikan suara dalam masjid ini. Sesungguhnya Allah Ta’ala mendidik sekumpulan manusia seraya berfirman: “Janganlah kamu mengangkat suara kamu melebihi suara Nabi”, memuji sekumpulan manusia dengan berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya semasa mereka berada di sisi Rasulullah (s.a.w)”, dan mencela sekumpulan manusia dengan berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang memanggilmu dari luar bilik-bilik (tempat ahlimu, wahai Muhammad),”. Sesungguhnya kehormatan Baginda selepas mati seperti kehormatan Baginda ketika hidup. Abu Ja’far pun akur.

d) Beradab dgn hadis Rasul s.a.w.

570 – أخبرنا أبو عبد الله ، أخبرني أحمد بن سهل البخاري ، ثنا إبراهيم بن معقل ، ثنا حرملة ، ثنا ابن وهب ، حدثني مالك ، أن رجلا جاء إلى سعيد بن المسيب ، وهو مريض فسأله عن حديث ، وهو مضطجع فجلس فحدثه فقال له الرجل : وددت أنك لم تتعن فقال له : إني كرهت أن أحدثك عن رسول الله صلى الله عليه وسلم وأنا مضطجع (المدخل إلى السنن الكبرى للبيهقي)

e) Meneladani Nabi s.a.w. dan berpegang dengan sunnah Baginda

- Tanggal selipar kerana Rasul menanggalkan selipar

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ أَبِي نَعَامَةَ السَّعْدِيِّ عَنْ أَبِي نَضْرَةَ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِأَصْحَابِهِ إِذْ خَلَعَ نَعْلَيْهِ فَوَضَعَهُمَا عَنْ يَسَارِهِ فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ الْقَوْمُ أَلْقَوْا نِعَالَهُمْ فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاتَهُ قَالَ مَا حَمَلَكُمْ عَلَى إِلْقَاءِ نِعَالِكُمْ قَالُوا رَأَيْنَاكَ أَلْقَيْتَ نَعْلَيْكَ فَأَلْقَيْنَا نِعَالَنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ جِبْرِيلَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَانِي فَأَخْبَرَنِي أَنَّ فِيهِمَا قَذَرًا أَوْ قَالَ أَذًى وَقَالَ إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَلْيَنْظُرْ فَإِنْ رَأَى فِي نَعْلَيْهِ قَذَرًا أَوْ أَذًى فَلْيَمْسَحْهُ وَلْيُصَلِّ فِيهِمَا (رواه أبو داود)

- Cincin emas

حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ اتَّخَذَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَاتَمًا مِنْ ذَهَبٍ فَاتَّخَذَ النَّاسُ خَوَاتِيمَ مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي اتَّخَذْتُ خَاتَمًا مِنْ ذَهَبٍ فَنَبَذَهُ وَقَالَ إِنِّي لَنْ أَلْبَسَهُ أَبَدًا فَنَبَذَ النَّاسُ خَوَاتِيمَهُمْ (رواه البخاري)

- Rukuk sebelum sempat masuk saf krn tidak mahu terlepas rukuk dgn Nabi s.a.w.

حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ قَالَ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ عَنْ الْأَعْلَمِ وَهُوَ زِيَادٌ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي بَكْرَةَ أَنَّهُ انْتَهَى إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ رَاكِعٌ فَرَكَعَ قَبْلَ أَنْ يَصِلَ إِلَى الصَّفِّ فَذَكَرَ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ زَادَكَ اللَّهُ حِرْصًا وَلَا تَعُدْ (رواه البخاري)

حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ أَخْبَرَنَا زِيَادٌ الْأَعْلَمُ عَنِ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي بَكْرَةَ أَنَّهُ جَاءَ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَاكِعٌ فَرَكَعَ دُونَ الصَّفِّ ثُمَّ مَشَى إِلَى الصَّفِّ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ هَذَا الَّذِي رَكَعَ ثُمَّ مَشَى إِلَى الصَّفِّ فَقَالَ أَبُو بَكْرَةَ أَنَا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَادَكَ اللَّهُ حِرْصًا وَلَا تَعُدْ (رواه أحمد)

- Melaksanakan amalan Rasulullah

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ صَالِحٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ أَنَّ عَائِشَةَ أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَخْبَرَتْهُ أَنَّ فَاطِمَةَ عَلَيْهَا السَّلَام ابْنَةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلَتْ أَبَا بَكْرٍ الصِّدِّيقَ بَعْدَ وَفَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَقْسِمَ لَهَا مِيرَاثَهَا مِمَّا تَرَكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْهِ فَقَالَ لَهَا أَبُو بَكْرٍ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا نُورَثُ مَا تَرَكْنَا صَدَقَةٌ فَغَضِبَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهَجَرَتْ أَبَا بَكْرٍ فَلَمْ تَزَلْ مُهَاجِرَتَهُ حَتَّى تُوُفِّيَتْ وَعَاشَتْ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ قَالَتْ وَكَانَتْ فَاطِمَةُ تَسْأَلُ أَبَا بَكْرٍ نَصِيبَهَا مِمَّا تَرَكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ خَيْبَرَ وَفَدَكٍ وَصَدَقَتَهُ بِالْمَدِينَةِ فَأَبَى أَبُو بَكْرٍ عَلَيْهَا ذَلِكَ وَقَالَ لَسْتُ تَارِكًا شَيْئًا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْمَلُ بِهِ إِلَّا عَمِلْتُ بِهِ فَإِنِّي أَخْشَى إِنْ تَرَكْتُ شَيْئًا مِنْ أَمْرِهِ أَنْ أَزِيغَ فَأَمَّا صَدَقَتُهُ بِالْمَدِينَةِ فَدَفَعَهَا عُمَرُ إِلَى عَلِيٍّ وَعَبَّاسٍ وَأَمَّا خَيْبَرُ وَفَدَكٌ فَأَمْسَكَهَا عُمَرُ وَقَالَ هُمَا صَدَقَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَتَا لِحُقُوقِهِ الَّتِي تَعْرُوهُ وَنَوَائِبِهِ وَأَمْرُهُمَا إِلَى مَنْ وَلِيَ الْأَمْرَ قَالَ فَهُمَا عَلَى ذَلِكَ إِلَى الْيَوْمِ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ اعْتَرَاكَ افْتَعَلْتَ مِنْ عَرَوْتُهُ فَأَصَبْتُهُ وَمِنْهُ يَعْرُوهُ وَاعْتَرَانِي (البخاري)

- Ketawa kerana ketawa Rasulullah

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَفَّانُ بْنُ مُسْلِمٍ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ حَدَّثَنَا ثَابِتٌ عَنْ أَنَسٍ عَنْ ابْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ آخِرُ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ رَجُلٌ فَهْوَ يَمْشِي مَرَّةً وَيَكْبُو مَرَّةً وَتَسْفَعُهُ النَّارُ مَرَّةً فَإِذَا مَا جَاوَزَهَا الْتَفَتَ إِلَيْهَا فَقَالَ تَبَارَكَ الَّذِي نَجَّانِي مِنْكِ لَقَدْ أَعْطَانِي اللَّهُ شَيْئًا مَا أَعْطَاهُ أَحَدًا مِنْ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ فَتُرْفَعُ لَهُ شَجَرَةٌ فَيَقُولُ أَيْ رَبِّ أَدْنِنِي مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ فَلِأَسْتَظِلَّ بِظِلِّهَا وَأَشْرَبَ مِنْ مَائِهَا فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَا ابْنَ آدَمَ لَعَلِّي إِنَّ أَعْطَيْتُكَهَا سَأَلْتَنِي غَيْرَهَا فَيَقُولُ لَا يَا رَبِّ وَيُعَاهِدُهُ أَنْ لَا يَسْأَلَهُ غَيْرَهَا وَرَبُّهُ يَعْذِرُهُ لِأَنَّهُ يَرَى مَا لَا صَبْرَ لَهُ عَلَيْهِ فَيُدْنِيهِ مِنْهَا فَيَسْتَظِلُّ بِظِلِّهَا وَيَشْرَبُ مِنْ مَائِهَا ثُمَّ تُرْفَعُ لَهُ شَجَرَةٌ هِيَ أَحْسَنُ مِنْ الْأُولَى فَيَقُولُ أَيْ رَبِّ أَدْنِنِي مِنْ هَذِهِ لِأَشْرَبَ مِنْ مَائِهَا وَأَسْتَظِلَّ بِظِلِّهَا لَا أَسْأَلُكَ غَيْرَهَا فَيَقُولُ يَا ابْنَ آدَمَ أَلَمْ تُعَاهِدْنِي أَنْ لَا تَسْأَلَنِي غَيْرَهَا فَيَقُولُ لَعَلِّي إِنْ أَدْنَيْتُكَ مِنْهَا تَسْأَلُنِي غَيْرَهَا فَيُعَاهِدُهُ أَنْ لَا يَسْأَلَهُ غَيْرَهَا وَرَبُّهُ يَعْذِرُهُ لِأَنَّهُ يَرَى مَا لَا صَبْرَ لَهُ عَلَيْهِ فَيُدْنِيهِ مِنْهَا فَيَسْتَظِلُّ بِظِلِّهَا وَيَشْرَبُ مِنْ مَائِهَا ثُمَّ تُرْفَعُ لَهُ شَجَرَةٌ عِنْدَ بَابِ الْجَنَّةِ هِيَ أَحْسَنُ مِنْ الْأُولَيَيْنِ فَيَقُولُ أَيْ رَبِّ أَدْنِنِي مِنْ هَذِهِ لِأَسْتَظِلَّ بِظِلِّهَا وَأَشْرَبَ مِنْ مَائِهَا لَا أَسْأَلُكَ غَيْرَهَا فَيَقُولُ يَا ابْنَ آدَمَ أَلَمْ تُعَاهِدْنِي أَنْ لَا تَسْأَلَنِي غَيْرَهَا قَالَ بَلَى يَا رَبِّ هَذِهِ لَا أَسْأَلُكَ غَيْرَهَا وَرَبُّهُ يَعْذِرُهُ لِأَنَّهُ يَرَى مَا لَا صَبْرَ لَهُ عَلَيْهَا فَيُدْنِيهِ مِنْهَا فَإِذَا أَدْنَاهُ مِنْهَا فَيَسْمَعُ أَصْوَاتَ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَقُولُ أَيْ رَبِّ أَدْخِلْنِيهَا فَيَقُولُ يَا ابْنَ آدَمَ مَا يَصْرِينِي مِنْكَ أَيُرْضِيكَ أَنْ أُعْطِيَكَ الدُّنْيَا وَمِثْلَهَا مَعَهَا قَالَ يَا رَبِّ أَتَسْتَهْزِئُ مِنِّي وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ فَضَحِكَ ابْنُ مَسْعُودٍ فَقَالَ أَلَا تَسْأَلُونِي مِمَّ أَضْحَكُ فَقَالُوا مِمَّ تَضْحَكُ قَالَ هَكَذَا ضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوا مِمَّ تَضْحَكُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مِنْ ضِحْكِ رَبِّ الْعَالَمِينَ حِينَ قَالَ أَتَسْتَهْزِئُ مِنِّي وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ فَيَقُولُ إِنِّي لَا أَسْتَهْزِئُ مِنْكَ وَلَكِنِّي عَلَى مَا أَشَاءُ قَادِرٌ (رواه مسلم)

- Pendirian imam-imam fiqh

- 398 – أنا محمد بن أحمد بن رزق ، أنا عثمان بن أحمد الدقاق ، نا محمد بن إسماعيل الرقي ، أنا الربيع بن سليمان ، قال : سمعت الشافعي ، وسأله ، رجل عن مسألة ، فقال : يروى فيها كذا وكذا عن النبي صلى الله عليه وسلم ، فقال له السائل : يا أبا عبد الله تقول به ؟ فرأيت الشافعي أرعد (1) وانتقص ، فقال : « يا هذا ، أي أرض تقلني (2) ، وأي سماء تظلني ، إذا رويت عن النبي صلى الله عليه وسلم حديثا فلم أقل به ؟ نعم على السمع والبصر ، نعم على السمع والبصر » (الفقيه والمتفقه، الحطيب البغدادي)

- حدثنا محمد بن علي بن حبيش، حدثنا الحسن بن علي الجصاص، قال: سمعت الربيع بن سليمان يقول: سأل رجل الشافعي عن حديث النبي صلى الله عليه وسلم فقال له الرجل: فما تقول؟ فارتعد وانتفض وقال: أي سماء تظلني وأي أرض تقلني إذا رويت عن رسول الله صلى الله عليه وسلم وقلت بغيره. )حلية الأولياء(

- حدثنا الحسن بن سعيد، حدثنا زكريا الساجي، قال: سمعت الزعفراني يحدث، عن الشافعي قال: إذا وجدتم لرسول الله صلى الله عليه وسلم سنة فاتبعوها ولا تلتفتوا إلى قول أحد. (حلية الأولياء)

- حدثنا الحسن بن سعيد، حدثنا زكريا الساجي، قال: سمعت الربيع ابن سليمان يقول: سمعت الشافعي يقول: إذا صح الحديث عن رسول الله صلى الله عليه وسلم فهو أولى أن يؤخذ به من غيره. (حلية الأولياء)

- 1 – الشافعي: ( ما من أحد إلا وتذهب عليه سنة لرسول الله صلى الله عليه وسلم وتعزب عنه فمهما قلت من قول أو أصلت من أصل فيه عن رسول الله صلى الله عليه وسلم لخلاف ما قلت فالقول ما قال رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو قولي ) . ( تاريخ دمشق لابن عساكر 15 / 1 / 3 )

- 2 – الشافعي: ( أجمع المسلمون على أن من استبان له سنة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم لم يحل له أن يدعها لقول أحد ) . ( الفلاني ص 68 )

- 3 – الشافعي: ( إذا وجدتم في كتابي خلاف سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم فقولوا بسنة رسول الله صلى الله عليه وسلم ودعوا ما قلت ) . ( وفي رواية ( فاتبعوها ولا تلتفتوا إلى قول أحد ) . ( النووي في المجموع 1 / 63 )

- 4 – الشافعي: ( إذا صح الحديث فهو مذهبي ) . ( النووي 1 / 63 )

-

- الإمام مالك بن أنس رحمه الله قال :

- 1 – ( إنما أنا بشر أخطئ وأصيب فانظروا في رأيي فكل ما وافق الكتاب والسنة فخذوه وكل ما لم يوافق الكتاب والسنة فاتركوه ) . ( ابن عبد البر في الجامع 2 / 32 )

Pendirian imam-imam tasawuf

- قال الداراني : ربما وقع في قلبي نكتة من نكت القوم أياما فلا أقبل إلا بشاهدين عدلين الكتاب والسنة (فيض القدير،ج6)

- وقال الجنيد : الطرق كلها مسدودة عن الخلق إلا على من اقتفى أثر المصطفى صلى الله عليه وسلم (فيض القدير،ج6)

- قال سهل بن عبد الله التستري: أصول مذهبنا ثلاث : أكل الحلال ، والاقتداء بالرسول صلى الله عليه وسلم في الأخلاق والأفعال ، وإخلاص النية في جميع الأعمال .(تفسير التستري: (ج2/ص 135)

f) Mencintai Baginda s.a.w. mengatasi kecintaan kepada mana-mana makhluk atau kenikmatan

- Zaid bin ad-Datsinah

وأما زيد بن الدثنة فابتاعه صفوان بن أمية ليقتله بأبيه أمية بن خلف فبعثه مع مولى له يسمى نسطاس إلى التنعيم ليقتله بأبيه واجتمع رهط من قريش فيهم أبو سفيان بن حرب فقال له أبو سفيان حين قدم ليقتل: أنشدك الله يا زيد أتحب أن محمدا عندنا الآن بمكانك نضرب عنقه وإنك في أهلك؟ فقال: والله ما أحب أن محمدا صلى الله عليه وسلم الآن في مكانه الذي هو فيه يصيبه شوكة تؤذيه وأنا جالس في أهلي. فقال أبو سفيان: ما رأيت من الناس أحدا يحب أحدا كحب أصحاب محمد محمدا. (تفسير البغوي ج1/ص238)

- Abu khaitsamah yg kelewatan dlm perang Tabuk

ثم إن أبا خيثمة رجع – بعد أن سار رسول الله صلى الله عليه وسلم أياماً – إلى أهله في يوم حار ، فوجد امرأتين له في عريشين لهما في حائطه ( أي في حديقته ) قد رشت كل واحدة منهما عريشها ، وبردت له فيه ماء . وهيأت له فيه طعاماً . فلما دخل قام على باب العريش ، فنظر إلى امرأتيه وما صنعتا له ، فقال : رسول الله – صلى الله عليه وسلم – في الضحَّ ( أي الشمس ) والريح والحر ، وأبو خيثمة في ظل بارد وطعام مهيأ وامرأة حسناء في ماله مقيم؟! ما هذا بالنصف! ثم قال : والله لا أدخل عريش واحدة منكما حتى ألحق برسول الله – صلى الله عليه وسلم – فهيئا لي زاداً . ففعلتا . ثم قدم ناضحة فارتحله ، ثم خرج في طلب رسول الله – صلى الله عليه وسلم – حتى أدركه حين نزل تبوك . . (تفسير في ظلال القرآن)

g) Mengasihi orang yang dikasihi Rasulullah

حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ الْكِلَابِيُّ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ الْمُغِيرَةِ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بَعْدَ وَفَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِعُمَرَ انْطَلِقْ بِنَا إِلَى أُمِّ أَيْمَنَ نَزُورُهَا كَمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزُورُهَا فَلَمَّا انْتَهَيْنَا إِلَيْهَا بَكَتْ فَقَالَا لَهَا مَا يُبْكِيكِ مَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ لِرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ مَا أَبْكِي أَنْ لَا أَكُونَ أَعْلَمُ أَنَّ مَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ لِرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَكِنْ أَبْكِي أَنَّ الْوَحْيَ قَدْ انْقَطَعَ مِنْ السَّمَاءِ فَهَيَّجَتْهُمَا عَلَى الْبُكَاءِ فَجَعَلَا يَبْكِيَانِ مَعَهَا

h) Memusuhi musuh Baginda s.a.w.

- Pembunuhan Abu Jahal

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ أَخْبَرَنَا يُوسُفُ بْنُ الْمَاجِشُونِ عَنْ صَالِحِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ أَنَّهُ قَالَ بَيْنَا أَنَا وَاقِفٌ فِي الصَّفِّ يَوْمَ بَدْرٍ نَظَرْتُ عَنْ يَمِينِي وَشِمَالِي فَإِذَا أَنَا بَيْنَ غُلَامَيْنِ مِنْ الْأَنْصَارِ حَدِيثَةٍ أَسْنَانُهُمَا تَمَنَّيْتُ لَوْ كُنْتُ بَيْنَ أَضْلَعَ مِنْهُمَا فَغَمَزَنِي أَحَدُهُمَا فَقَالَ يَا عَمِّ هَلْ تَعْرِفُ أَبَا جَهْلٍ قَالَ قُلْتُ نَعَمْ وَمَا حَاجَتُكَ إِلَيْهِ يَا ابْنَ أَخِي قَالَ أُخْبِرْتُ أَنَّهُ يَسُبُّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَئِنْ رَأَيْتُهُ لَا يُفَارِقُ سَوَادِي سَوَادَهُ حَتَّى يَمُوتَ الْأَعْجَلُ مِنَّا قَالَ فَتَعَجَّبْتُ لِذَلِكَ فَغَمَزَنِي الْآخَرُ فَقَالَ مِثْلَهَا قَالَ فَلَمْ أَنْشَبْ أَنْ نَظَرْتُ إِلَى أَبِي جَهْلٍ يَزُولُ فِي النَّاسِ فَقُلْتُ أَلَا تَرَيَانِ هَذَا صَاحِبُكُمَا الَّذِي تَسْأَلَانِ عَنْهُ قَالَ فَابْتَدَرَاهُ فَضَرَبَاهُ بِسَيْفَيْهِمَا حَتَّى قَتَلَاهُ ثُمَّ انْصَرَفَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَاهُ فَقَالَ أَيُّكُمَا قَتَلَهُ فَقَالَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا أَنَا قَتَلْتُ فَقَالَ هَلْ مَسَحْتُمَا سَيْفَيْكُمَا قَالَا لَا فَنَظَرَ فِي السَّيْفَيْنِ فَقَالَ كِلَاكُمَا قَتَلَهُ وَقَضَى بِسَلَبِهِ لِمُعَاذِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْجَمُوحِ وَالرَّجُلَانِ مُعَاذُ بْنُ عَمْرِو بْنِ الْجَمُوحِ وَمُعَاذُ بْنُ عَفْرَاءَ (رواه مسلم)

- Layanan kepada Abu Sufyan setelah Quraisy melanggar perjanjian Hudaibiyah

- ثم خرج أبو سفيان حتى قدم على رسول الله صلى الله عليه وسلم المدينة فدخل على ابنته أم حبيبة بنت أبي سفيان ، فلما ذهب ليجلس على فراش رسول الله صلى الله عليه وسلم طوته عنه فقال : أي بنية أرغبت بي عن هذا الفراش أم رغبت به عني فقالت بل هو فراش رسول الله صلى الله عليه وسلم ، وأنت رجل مشرك نجس لم أحب أن تجلس على فراش رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال : والله لقد أصابك يا بنية بعدي شر ، ثم خرج حتى أتى رسول الله صلى الله عليه وسلم فكلمه ، فلم يرد عليه شيئاً ، ثم ذهب إلى أبي بكر ، فكلمه أن يكلم له رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال : ما أنا بفاعل ، ثم أتى عمر بن الخطاب ، فكلمه فقال انا لا أشفع لك إلى النبي صلى الله عليه وسلم . فوالله لو لم أجد إلا الذر لجاهدتكم به ، ثم خرج فدخل على علي بن أبي طالب ، وعنده فاطمة بنت رسول الله صلى الله عليه وسلم وعندها الحسن بن علي غلاماً يدب بين يديها فقال : يا علي إنك أمس القوم بي رحماً ، وأقربهم مني قرابة ، وقد جئت في حاجة فلا أرجعن كما جئت خائباً ، فاشفع لي إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال : ويحك يا أبا سفيان لقد أرى عزم رسول الله صلى الله عليه وسلم على أمر ما نستطيع أن نكلمه فيه . فالتفت إلى فاطمة وقال : يا بنت محمد هل لك أن تأمري بنيك هذا فيجير بين الناس فيكون سيد العرب إلى آخر الدهر . فقالت : والله ما بلغ بني أن يجير بين الناس ، وما يجير أحد على رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال : يا أبا الحسن إني أرى الأمور قد اشتدت عليّ ، فانصحني قال والله لا أعلم شيئاً يغني عنك ، ولكنك سيد بني كنانة ، فقم فأجر بين الناس ثم الحق بأرضك قال : وترى ذلك مغنياً عني شيئاً قال لا والله ما أظن ذلك ولكن لا أجد لك غير ذلك . فقام أبو سفيان في المسجد ، فقال أيها الناس إني قد أجرت بين الناس ، ثم ركب بعيره ، فانطلق فلما قدم على قريش قالوا ما رواءك قال : جئت محمداً فكلمته فوالله ما رد علي شيئاً ثم جئت ابن أبي قحافة ، فلم أجد عنده خيراً ، ثم جئت ابن الخطاب فوجدته أعدى القوم ، ثم أتيت علي بن أبي طالب فوجدته ألين القوم وقد أشار عليّ بشيء صنعته فوالله ما أدري هل يغني ذلك شيئاً أم لا قالوا : وما ذاك قال أمرني أن أجير بين الناس ، ففعلت قالوا فهل أجاز ذلك محمد قال لا قالوا ويلك والله ما زاد على أن لعب بك فما يغني عنك ما قلت قال لا والله ما وجدت غير ذلك. (تفسير الخازن: ج 6/ص321)

i) Berkhidmat dan memperjuangkan risalah Baginda s.a.w. dengan segala yang termampu.

- Mushab bin Umair

وروي عن عمر رضي الله عنه قال: نظر النبي صلى الله عليه وسلم إلى مصعب بن عمير مقبلا وعليه إهاب كبش قد تنطق به، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “انظروا إلى هذا الذي قد نوّر الله قلبه لقد رأيته بين أبويه يغذيانه بأطيب الطعام والشراب، ولقد رأيت عليه حلّة شراها، أو شريت له، بمائتي درهم، فدعاه حبُّ الله ورسوله إلى ما ترونه” (أخرجه أبو نعيم في الحلية: 1 / 108 بإسناد حسن، وانظر: المغني عن حمل الأسفار للعراقي 4 / 287)

- Ghumaisho` binti Milhan

6153 – حدثنا محمد بن عمران الناقط البصري قال : نا مسلم بن حاتم الأنصاري قال : نا محمد بن عبد الله الأنصاري ، عن أبيه ، عن علي بن زيد ، عن سعيد بن المسيب قال : قال أنس بن مالك : قدم رسول الله صلى الله عليه وسلم المدينة ، وأنا يومئذ ابن ثمان سنين ، فذهبت بي أمي إليه ، فقالت : يا رسول الله إن رجال الأنصار ، ونساءهم قد أتحفوك غيري ، وإني لم أجد ما أتحفك به إلا بني هذا ، فاقبله مني يخدمك ما بدا لك قال : « فخدمت رسول الله صلى الله عليه وسلم ، عشر سنين ، فلم يضربني ضربة ، ولم يسبني ، ولم يعبس في وجهي » (المعجم الأوسط للطبراني ج 13/ص231)

j) Mempertahankan Baginda s.a.w. termasuk menolak segala tuduhan musuh, dakwaan golongan batil dan tokok tambah (bid’ah) golongan ekstrim.

- Az-Zubair bin al-Awwam

545 – حدثنا محمد بن علي بن حبيش قال : ثنا أحمد بن يحيى الحلواني قال : ثنا أحمد بن يونس ثنا حماد بن سلمة ، عن علي بن زيد ، عن سعيد بن المسيب أن أول من سل سيفه في سبيل الله الزبير بن العوام قال : وكان في شعب البطائح فسمع نغمة أن النبي صلى الله عليه وسلم قتل فأخذ السيف فخرج عريانا في يده السيف صلتا ، فلقيه رسول الله صلى الله عليه وسلم كفة كفة فقال : ما لك ؟ قال : سمعت أنك قتلت قال : فما كنت صانعا ؟ قال : أردت أن أستعرض أهل مكة قال النبي صلى الله عليه وسلم : صلى الله عليك وعلى سيفك . وفي حديث آخر : لكل نبي حواري ، وحواريي الزبير (دلائل النبوة لأبي نعيم الأصبهاني، ج2/ص191)

- Abu Tolhah

حَدَّثَنَا أَبُو مَعْمَرٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ لَمَّا كَانَ يَوْمُ أُحُدٍ انْهَزَمَ النَّاسُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو طَلْحَةَ بَيْنَ يَدَيْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُجَوِّبٌ بِهِ عَلَيْهِ بِحَجَفَةٍ لَهُ وَكَانَ أَبُو طَلْحَةَ رَجُلًا رَامِيًا شَدِيدَ الْقِدِّ يَكْسِرُ يَوْمَئِذٍ قَوْسَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا وَكَانَ الرَّجُلُ يَمُرُّ مَعَهُ الْجَعْبَةُ مِنْ النَّبْلِ فَيَقُولُ انْشُرْهَا لِأَبِي طَلْحَةَ فَأَشْرَفَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرُ إِلَى الْقَوْمِ فَيَقُولُ أَبُو طَلْحَةَ يَا نَبِيَّ اللَّهِ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي لَا تُشْرِفْ يُصِيبُكَ سَهْمٌ مِنْ سِهَامِ الْقَوْمِ نَحْرِي دُونَ نَحْرِكَ وَلَقَدْ رَأَيْتُ عَائِشَةَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ وَأُمَّ سُلَيْمٍ وَإِنَّهُمَا لَمُشَمِّرَتَانِ أَرَى خَدَمَ سُوقِهِمَا تُنْقِزَانِ الْقِرَبَ عَلَى مُتُونِهِمَا تُفْرِغَانِهِ فِي أَفْوَاهِ الْقَوْمِ ثُمَّ تَرْجِعَانِ فَتَمْلَآَنِهَا ثُمَّ تَجِيئَانِ فَتُفْرِغَانِهِ فِي أَفْوَاهِ الْقَوْمِ وَلَقَدْ وَقَعَ السَّيْفُ مِنْ يَدَيْ أَبِي طَلْحَةَ إِمَّا مَرَّتَيْنِ وَإِمَّا ثَلَاثًا (رواه البخاري)

AWAS!!!

1. Dalam kesungguhan menghayati sunnah Rasulullah s.a.w. pada hari ini, sebahagian daripada umat Islam bertindak merujuk langsung kepada al-Quran dan Sunnah kerana inginkan keaslian sunnah. Malangnya hasrat murni ini dibuat tanpa disiplin ilmu yang sewajarnya dan kelayakan yang diperlukan, tidak merujuk kepada ulama bahkan sebahagiannya menyalah dan membid’ahkan ulama dengan alasan pandangan ulama berkenaan bertentangan dengan dalil hadis dan al-Quran.

Sebagai contoh kedapatan seorang ustaz di ibu kota menyalahkan umat Islam yang berterawih dua rakaat satu salam berhujahkan sebuah hadis al-Bukhari yang meriwayatkan Rasulullah bersembahyang terawih 4 rakaat 4 rakaat.

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ تَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ قَالَ تَنَامُ عَيْنِي وَلَا يَنَامُ قَلْبِي (رواه البخاري)

Alangkah malangnya, tidakkah beliau merujuk huraian ulama terhadap hadis ini??!! Bagaimana ulama menyimpulkan solat terawih dua rakaat satu salam bukannya 4 rakaat satu salam. Sesungguhnya ulama mujtahid tidak mengistinbatkan hukum dengan hanya memakai satu hadis bahkan mengumpulkan segala dalil berkaitan sama ada daripada al-Quran, hadis, ijma’ dll sebelum mengistinbatkan sesuatu hukum.

Satu perkara yang perlu dijelaskan di sini, terdapat dua aliran utama atau metodologi dalam mengistinbatkan hukum daripada dalil iaitu yang dinamakan sebagai madrasah ahli hadis dan madrasah ahli ra`yi. Terdapat kekeliruan pada hari ini yang menganggap hanya madrasah ahli hadis menepati sunnah sementara madrasah ahli ra`yi adalah sebaliknya. Mungkin salah faham ini timbul kerana merujuk hanya kepada nama madrasah ini sahaja. Padahal kedua-dua madrasah ini menepati sunnah dan mempunyai susur galurnya hingga ke zaman Rasulullah s.a.w. yang diperakui oleh Baginda sendiri.

Ia merujuk kepada satu peristiwa dalam peperangan Bani Quraizoh berikut:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ أَسْمَاءَ قَالَ حَدَّثَنَا جُوَيْرِيَةُ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَنَا لَمَّا رَجَعَ مِنْ الْأَحْزَابِ لَا يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ فَأَدْرَكَ بَعْضَهُمْ الْعَصْرُ فِي الطَّرِيقِ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لَا نُصَلِّي حَتَّى نَأْتِيَهَا وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ نُصَلِّي لَمْ يُرَدْ مِنَّا ذَلِكَ فَذُكِرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يُعَنِّفْ وَاحِدًا مِنْهُمْ. (رواه البخاري)

Rasulullah s.a.w. melarang para Sahabatnya daripada bersembahyang Asar kecuali setelah sampai ke perkampungan Bani Quroizoh. Namun di tengah jalan, waktu Asar telah masuk. Sebahagian mereka berpegang kepada zahir hadis, lalu tidak bersembahyang Asar sehinggalah mereka sampai ke perkampungan itu. Sebahagian mereka pula berpegang kepada maksud hadis. Mereka berkata, bukan itu yang dikehendaki Nabi s.a.w. (jangan bersembahyang Asar), bahkan ada tujuan lain arahan itu dikeluarkan iaitu agar mereka segera sampai ke perkampungan Bani Quroizoh. Oleh itu, mereka bersembahyang Asar di pertengahan jalan. Pada zahirnya, mereka melanggar perintah Nabi s.a.w., tetapi apabila perkara itu disampaikan kepada Nabi s.a.w., Baginda memperakui kedua-dua tindakan para Sahabat ini. Baginda tidak menegur sesiapapun.

Dalam bahasa lebih mudah, dua aliran ini ialah aliran yang berpegang kepada zahir nas dan aliran yang berpegang kepada maksud/kehendak nas. Kedua-dua aliran ini adalah sunnah kerana diperakui oleh Baginda s.a.w. sendiri.

Tidak hairanlah apabila Saidina Umar hanya mengagihkan zakat kepada 7 golongan sahaja dengan mengecualikan golongan muallaf qulubuhum (zahirnya bersalahan dengan nas al-Quran yang menggariskan 8 golongan penerima zakat), tiada mana-mana sahabat pun membangkang mengatakan beliau melanggar nas al-Quran. Begitu juga apabila ‘Umar tidak mengagihkan tanah-tanah negara Iraq yang menjadi ghanimah kepada tentera muslimin, padahal amalan Nabi s.a.w. dan Khalifah Abu Bakar, 4/5 harta ghanimah akan dibahagi-bahagikan kepada tentera yang berperang (sebagaimana keterangan al-Quran). Umar juga tidak memotong tangan orang mencuri semasa zaman kebuluran, padahal nas al-Quran memerintahkan supaya pencuri dipotong tangan dll. Contoh-contoh lain juga banyak terdapat di zaman Utsman dan Ali r.anhuma dan zaman-zaman selepas itu.

Jadi apabila menemui sesuatu fatwa ulama yang zahirnya bertentangan dengan zahir nas al-Quran atau Hadis, jangan terburu-buru mengatakan ulama itu telah menyeleweng dan sesat. Jika mereka tersilap sekalipun, Rasulullah memberitahu kita, mereka tetap beroleh satu pahala.

Sebenarnya menjadi satu bid’ah pula untuk kita menghimpunkan umat kepada satu pendapat sahaja dalam perkara furu’ dengan menyalahkan pendapat ulama lain sekalipun dengan alasan berpegang kepada sunnah. Kerana sunnah sendiri membenarkan perselisihan pendapat dalam perkara furu’ dan tidak qoth’ie, tiba-tiba kita mahu supaya umat bersatu dengan satu pendapat ulama sahaja.

Namun sebagai peringatan juga, fatwa ulama mujtahid yang zahirnya bertentangan dengan zahir nas ini tidak boleh disamakan sama sekali dengan pandangan membabi buta golongan Liberal pada hari ini. Para ulama mujtahid mengeluarkan fatwa berpandukan disiplin ilmu syara’ yang dipanggil Qawaid Usuliyyah sedangkan golongan liberal menghuraikan nas sesuka hati mengikut nafsu akal yang cetek semata-mata.

1. Dalam meneladani Rasulullah pula, kita juga boleh menyimpulkan terdapat dua aliran utama.
1. Aliran yang meneladani apa jua yang dilakukan Rasulullah. kecuali perkara khususiah (amalan yang hanya dikhususkan kepada Rasulullah shj dan ditegah untuk melakukannya) spt poligami melebihi empat orang, berpuasa tanpa berbuka dll. Contoh aliran ini ialah sebagaimana praktik ibnu ‘Umar dan anaknya:

حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ يَعْنِي ابْنَ حُسَيْنٍ عَنِ الْحَكَمِ عَنْ مُجَاهِدٍ قَالَ كُنَّا مَعَ ابْنِ عُمَرَ فِي سَفَرٍ فَمَرَّ بِمَكَانٍ فَحَادَ عَنْهُ فَسُئِلَ لِمَ فَعَلْتَ فَقَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَ هَذَا فَفَعَلْتُ (رواه أحمد)

Sila lihat komentar Ibnu Rajab dalam kitabnya Fathul Bari berkenaan praktik Abdullah bin ‘Umar dan anaknya Salim yang menjejaki lokasi solat Baginda s.a.w.:

483- ثنا محمد بن بكر المقدمي : ثنا فضيل بن سليمان : ثنا موسى بن عقبة ، قال : رأيت سالم بن عبد الله يتحرى أماكن من الطريق فيصلي فيها ، ويحدث أن أباه كان يصلي فيها ، وأنه رأى النبي – صلى الله عليه وسلم – يصلي في تلك الأمكنة .

وحدثني نافع ، عن ابن عمر ، أنه كان يصلي في تلك الأمكنة .

وسألت سالما ، ولا أعلمه إلا وافق نافعا في الأمكنة كلها ، إلا أنهما اختلفا في مسجد بشرف الروحاء .

قد ذكرنا فيما سبق في ((باب : اتخاذ المساجد في البيوت)) حكم أتباع آثار النبي – صلى الله عليه وسلم – ، والصلاة في مواضع صلاته ، وأن ابن عمر كان يفعل ذلك ، وكذلك ابنه سالم .

وقد رخص أحمد في ذلك على ما فعله ابن عمر ، وكره ما أحدثه الناس بعد ذلك من الغلو والإفراط ، والأشياء المحدثة التي لا أصل لها في الشريعة .

وقد كان ابن عمر مشهورا بتتبع آثار النبي – صلى الله عليه وسلم – ، ومن ذلك صلاته في المواضع التي كان يصلي فيها .

وهي على نوعين :

أحدهما : ما كان النبي – صلى الله عليه وسلم – يقصده للصلاة فيه ، كمسجد قباء ، ويأتي ذكره في موضعه من ((الكتاب)) – إن شاء الله تعالى .

والثاني : ما صلى فيه النبي – صلى الله عليه وسلم – اتفاقا لإدراك الصلاة له عنده ، فهذا هو الذي اختص ابن عمر بأتباعه .

وقد روى ابن سعد : أنا معن بن عيسى : ثنا عبد الله بن المؤمل ، عن عبد الله بن أبي مليكة ، عن عائشة ، قالت : ما كان أحد يتبع آثار النبي – صلى الله عليه وسلم – في منازله ، كما كان ابن عمر يتبعه .

وروى أبو نعيم من رواية خارجة بن مصعب ، عن موسى بن عقبة ، عن نافع ، قال : لو نظرت إلى ابن عمر إذا اتبع أثر النبي – صلى الله عليه وسلم – لقلت : هذا مجنون .

ومن طريق عاصم الأحول ، عمن حدثه ، قال : كان ابن عمر إذا رآه أحد ظن أن به شيئا من تتبعه آثار النبي – صلى الله عليه وسلم – .

ومن طريق أبي مودود ، عن نافع ، عن ابن عمر ، أنه كان في طريق مكة يقود برأس راحلته يثنيها ، ويقول : لعل خفا يقع على خف – يعني : خف راحلة النبي- صلى الله عليه وسلم – .

والمسجد الذي وقع فيه الاختلاف بشرف الروحاء ، والروحاء من الفرع ، بينها وبين المدينة مرحلتان ، يقال : بينهما أربعون ميلا ، وقيل ثلاثون ميلا .

وفي ((صحيح مسلم)) : بينهما ستة وثلاثون ميلا .

يقال : أنه نزل بها تبع حين رجع من قتال أهل المدينة يريد مكة، فأقام بها وأراح ، فسماها : الروحاء .

وقيل : إن بها قبر مضر بن نزار .

وقد روى الزبير بن بكار بإسناد له ، عن ابن عمر ، أن النبي – صلى الله عليه وسلم – : صلى بشرف الروحاء ، عن يمين الطريق وأنت ذاهب إلى مكة ، وعن يسارها وأنت مقبل من مكة .

ودون هذا الشرف الذي به هذا المسجد موضع يقال له : ((السيالة)) ، ضبطها صاحب ((معجم البلدان)) بتخفيف الياء ، كان قرية مسكونة بعد النبي – صلى الله عليه وسلم – ، وبها آثار البناء والأسواق ، وآخرها شرف الروحاء ، والمسجد المذكور عنده قبور عتيقة ، كانت مدفن أهل السيالة ، ثم تهبط منه في وادي الروحاء ، ويعرف اليوم بوادي بني سالم . (فتح الباري لابن رجب، ج 3، ص 294)

Ini adalah kesungguhan Ibnu ‘Umar dan anaknya untuk memperolehi keberkatan dan ganjaran, serta latihan kepada jiwa untuk terbiasa meneladani Baginda s.a.w. dalam apa jua perkara; sama ada perkara kecil mahupun besar, terang mahupun tersembunyi.

1. Aliran yang meneladani segala yang dilakukan Rasulullah s.a.w. berasaskan 5 hukum taklifi (wajib, sunat, mubah, makruh & haram). Mereka menganalisa dan mengkategorikan sunnah Rasulullah s.a.w. kepada 5 hukum ini berdasarkan Qawa’id Usuliyyah. Ini dapat dilihat daripada praktik kebanyakan para Sahabat dan ulama. Sesetengah Sahabat sengaja meninggalkan sesuatu amalan Rasulullah yang sunat agar tidak berlaku salah faham menganggap amalan tersebut adalah wajib. Ini juga yang menghuraikan kenapa para ulama mensunatkan memakai pakaian putih, wangi-wangian, bersugi, memulakan dengan kanan, menyimpan janggut (majoriti ulama berpendapat wajib menyimpan janggut) dan seumpamanya tetapi tidak mengsunatkan memakai tongkat, cincin, jubah, memakan roti, peha kambing dan seumpamanya, padahal semua itu adalah sunnah Rasulullah s.a.w.. (Sunnah: apa yang disandarkan kepada Nabi s.a.w. sama ada perbuatan, percakapan, pengakuan atau diam Nabi s.a.w.)

Yang manakah harus dipilih? Secara umumnya, aliran pertama lebih sesuai untuk dipraktikkan secara individu mengikut kemampuannya dengan syarat tidak menjejaskan perkara-perkara wajib dalam agama. Namun, dia harus sedar bahawa dia bukannya mendapat ganjaran melakukan perbuatan Rasulullah s.a.w yang dikategorikan ulama sebagai perbuatan mubah, sebaliknya ganjaran kecintaan dan kesungguhannya meneladani Baginda s.a.w..

Manakala aliran kedua itulah yang sewajarnya diajar dan dianjurkan kepada masyarakat umum. Bahkan dengan meletakkan sesuatu yang mubah dilakukan Rasulullah s.a.w. sebagai amalan yang mubah itulah bererti kita telah meneladani Rasulullah s.a.w.. Ini kerana Rasulullah s.a.w. sendiri melakukannya hanya sebagai perkara mubah, jadi bagaimana pula kita menjadikannya seolah-olah perkara itu sunat atau wajib?!

Kita juga dapat lihat daripada praktik Rasulullah s.a.w. sendiri, bagaimana Baginda sering mengajak para Sahabat untuk mengambil berat kepada perkara-perkara yang utama dan asas dalam agama, kemudian barulah perkara-perkara sunat dan fadhilat. Manakala perkara mubah pula umumnya akan didiamkan oleh Baginda, tidak disuruhnya atau disuruh dalam bentuk arahan yang difahami bahawa ia sekadar pilihan (optional) yang terserah pula kepada budi bicara para Sahabat.

Sebagai contoh bagaimana Baginda menitik beratkan perkara yang utama dan asas ialah hadis berikut:

حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُعَاذٍ الصَّنْعَانِيُّ عَنْ مَعْمَرٍ عَنْ عَاصِمِ بْنِ أَبِي النَّجُودِ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَأَصْبَحْتُ يَوْمًا قَرِيبًا مِنْهُ وَنَحْنُ نَسِيرُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ يُدْخِلُنِي الْجَنَّةَ وَيُبَاعِدُنِي عَنْ النَّارِ قَالَ لَقَدْ سَأَلْتَنِي عَنْ عَظِيمٍ وَإِنَّهُ لَيَسِيرٌ عَلَى مَنْ يَسَّرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ تَعْبُدُ اللَّهَ وَلَا تُشْرِكْ بِهِ شَيْئًا وَتُقِيمُ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِي الزَّكَاةَ وَتَصُومُ رَمَضَانَ وَتَحُجُّ الْبَيْتَ ثُمَّ قَالَ أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى أَبْوَابِ الْخَيْرِ الصَّوْمُ جُنَّةٌ وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ وَصَلَاةُ الرَّجُلِ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ قَالَ ثُمَّ تَلَا تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنْ الْمَضَاجِعِ حَتَّى بَلَغَ يَعْمَلُونَ ثُمَّ قَالَ أَلَا أُخْبِرُكَ بِرَأْسِ الْأَمْرِ كُلِّهِ وَعَمُودِهِ وَذِرْوَةِ سَنَامِهِ قُلْتُ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ ثُمَّ قَالَ أَلَا أُخْبِرُكَ بِمَلَاكِ ذَلِكَ كُلِّهِ قُلْتُ بَلَى يَا نَبِيَّ اللَّهِ فَأَخَذَ بِلِسَانِهِ قَالَ كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا فَقُلْتُ يَا نَبِيَّ اللَّهِ وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُونَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ فَقَالَ ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا مُعَاذُ وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلَّا حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ (رواه الترمذي)

Untuk lebih memahami langkah meneladani perbuatan Baginda s.a.w., sila lihat perbahasan ulama berkenaan solat Baginda s.a.w. di al-Batha` semasa haji berikut:

قال ابن عبد البر في كلامه على حديث مالك الذي ذكرناه من قبل : هذه البطحاء المذكورة في هذا الحديث هي المعروفة عند أهل المدينة وغيرهم بالمعرس .

قال مالك في ((الموطإ)) : لا ينبغي لأحد أن يتجاوز المعرس إذا قفل حتى يصلي فيه ، وأنه من مر به في غير وقت صلاة فليقم حتى تحل الصلاة ثم يصلي ما بدا له ؛ لأنه بلغني أن رسول الله – صلى الله عليه وسلم – عرس به ، وأن ابن عمر أناخ به .

قال ابن عبد البر : واستحبه الشافعي ، ولم يأمر به .

وقال أبو حنيفة : من مر بالمعرس من ذي الحليفة فإن أحب أن يعرس به حتى يصلي فعل ، وليس ذلك عليه .

وقال محمد بن الحسن : وهو عندنا من المنازل التي نزلها رسول الله- صلى الله عليه وسلم – في طريق مكة ، وبلغنا أن ابن عمر كان يتبع آثاره ، فلذلك كان ينزل بالمعرس ، لا أنه كان يراه واجباً ولا سنة على الناس . قال ولو كان واجباً أو سنه من سنن الحج لكان سائر أصحاب رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يقفون وينزلون ويصلون، ولم يكن ابن عمر ينفرد بذلك دونهم .

وقال إسماعيل بن إسحاق القاضي : ليس نزوله – صلى الله عليه وسلم – بالمعرس كسائر نزوله بطريق مكة ؛ لأنه كان يصلي الفريضة حيث أمكنه ، والمعرس إنما كان يصلي فيه نافلة . قال : ولو كان المعرس كسائر المنازل ما أنكر ابن عمر على نافع تأخره عنه .

وذكر حديث موسى بن عقبه ، عن نافع ، أن ابن عمر سبقه إلى المعرس فأبطأ عليه ، فقال له : ما حسبك ؟ فذكر عذراً ، قال : ما ظننت انك أخذت الطريق ولو فعلت لأوجعتك ضرباً . انتهى. (فتح الباري لابن رجب، ج 3، ص 729)

Dalam memuliakan Rasulullah s.a.w. pula, kita dituntut agar tidak melampaui batas. Jangan sehingga mendewakan Baginda s.a.w..

حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ سَمِعْتُ الزُّهْرِيَّ يَقُولُ أَخْبَرَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ سَمِعَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ عَلَى الْمِنْبَرِ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ (رواه البخاري)

حَدَّثَنَا مُؤَمَّلٌ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا سَيِّدَنَا وَابْنَ سَيِّدِنَا وَيَا خَيْرَنَا وَابْنَ خَيْرِنَا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ قُولُوا بِقَوْلِكُمْ (أي بما تعرفونه كقولكم في التشهد) وَلَا يَسْتَهْوِيَنَّكُمْ الشَّيْطَانُ أَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ وَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهِ مَا أُحِبُّ أَنْ تَرْفَعُونِي فَوْقَ مَا رَفَعَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ حَدَّثَنَاه الْأَشْيَبُ عَنْ حَمَّادٍ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ وَعَفَّانُ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ حَدَّثَنَا ثَابِتٌ وَلَا يَسْتَجْرِئَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ (رواه أحمد)

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ الْمُفَضَّلِ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ ذَكْوَانَ قَالَ قَالَتْ الرُّبَيِّعُ بِنْتُ مُعَوِّذِ بْنِ عَفْرَاءَ جَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَدَخَلَ حِينَ بُنِيَ عَلَيَّ فَجَلَسَ عَلَى فِرَاشِي كَمَجْلِسِكَ مِنِّي فَجَعَلَتْ جُوَيْرِيَاتٌ لَنَا يَضْرِبْنَ بِالدُّفِّ وَيَنْدُبْنَ مَنْ قُتِلَ مِنْ آبَائِي يَوْمَ بَدْرٍ إِذْ قَالَتْ إِحْدَاهُنَّ وَفِينَا نَبِيٌّ يَعْلَمُ مَا فِي غَدٍ فَقَالَ دَعِي هَذِهِ وَقُولِي بِالَّذِي كُنْتِ تَقُولِينَ (رواه البخاري) زاد في رواية حماد (لا يعلم ما في غد إلا الله)

Berlaku salah faham kalangan segelintir umat Islam berkenaan hadis:

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ السَّاعَةِ فَقَالَ مَتَى السَّاعَةُ قَالَ وَمَاذَا أَعْدَدْتَ لَهَا قَالَ لَا شَيْءَ إِلَّا أَنِّي أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ قَالَ أَنَسٌ فَمَا فَرِحْنَا بِشَيْءٍ فَرَحَنَا بِقَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّي إِيَّاهُمْ وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ (رواه البخاري ومسلم)

Mereka menyangka sudah memadai dengan mencintai Rasulullah s.a.w. untuk menempatkan diri bersama Rasulullah s.a.w. sedang mereka mengabaikan tuntutan cinta itu sendiri. Sejauh manakah dapat diyakini ketulusan cinta di dalam jiwa jika ia tidak membuahkan sesuatu bukti cinta kepada pihak yang dicintai?

Al-‘Ajluni dalam kitab Kasyf al-Khafa` mengulas:

وهذا الحديث كما قال بعض العلماء مشروط بشرط وعنى عليه الصلاة والسلام أنه إذا أحبهم عمل بمثل أعمالهم.

ومن ثم قال الحسن البصري كما رواه عنه العسكري لا تغتر يا ابن آدم بقوله أنت مع من أحببت فإنه من أحب قوما تبع آثارهم وأعلم أنك لا تلحق بالأخيار حتى تتبع آثارهم وحتى تأخذ بهديهم وتقتدي بسننهم وتصبح وتمسي على منهاجهم حرصا على أن تكون منهم.

وما أحسن ما قيل : تعصي الإله وأنت تظهر حبه * هذا لعمري في القياس بديع لو كان حبك صادقا لأطعته * إن المحب لمن يحب مطيع لكن قد يدل للعموم قوله صلى الله عليه وسلم المرء مع من أحب لمن قال له المرء يحب القوم ولما يلحق بهم ،

وسأل رجل من أهل بغداد أبا عثمان الواعظ متى يكون الرجل صادقا في حب مولاه فقال إذا خلا من خلافه كان صادقا في حبه قال فوضع الرجل التراب على رأسه وصاح وقال كيف ادعي حبه ولم أخل طرفة عين من خلافه قال فبكى أبو عثمان أهل المجلس وصار أبو عثمان يقول في بكائه صادق في حبه مقصر في حقه – أورده البيهقي.(كشف الخفاء‘ ج2، ص202)

Ibnu Rajab menukilkan kata-kata Hasan al-Basri di atas dengan sedikit tambahan:

(ابن آدم لا تغتر بقول من يقول : المرء مع من أحب ، أنه من أحب قوما اتبع آثارهم ، ولن تلحق بالأبرار حتى تتبع آثارهم ، وتأخذ بهديهم ، وتقتدي بسنتهم وتصبح وتمسي وأنت على منهجهم ، حريصا على أن تكون منهم ، فتسلك سبيلهم ، وتأخذ طريقهم وإن كنت مقصرا في العمل ، فإنما ملاك الأمر أن تكون على استقامة ، أما رأيت اليهود ، والنصارى ، وأهل الأهواء المردية يحبون أنبياءهم وليسوا معهم ، لأنهم خالفوهم في القول والعمل ، وسلكوا غير طريقهم فصار موردهم النار ، نعوذ بالله من ذلك ) . (1) (استنشاق نسيم الأنس من نفحات رياض القدس . لأبي الفرج عبد الر حمن بن رجب الحنبلي . طبع مطبعة الإمام . مصر، ص 87)

Ini mengingatkan kita kepada Abu Tholib yang amat mencintai Nabi s.a.w. tetapi kecintaannya itu tidak bermakna lantaran beliau tidak beriman dan membenarkan kenabian Baginda s.a.w..

Lihat pula kesan cinta sebagaimana dalam satu riwayat:

وروي أن عيسى عليه السلام مر بثلاثة نفر ، وقد نحلت أبدانهم ، وتغيرت ألوانهم ، فقال لهم : ما الذي بلغ بكم إلى ما أرى؟ فقالوا : الخوف من النار ، فقال حق على الله أن يؤمن الخائف ، ثم تركهم إلى ثلاثة آخرين ، فإذا هم أشد نحولاً وتغيراً ، فقال لهم : ما الذي بلغ بكم إلى هذا المقام؟ قالوا؛ الشوق إلى الجنة ، فقال : حق على الله أن يعطيكم ما ترجون ثم تركهم إلى ثلاثة آخرين فإذا هم أشد نحولاً وتغيراً ، كأن وجوههم المرايا من النور ، فقال : كيف بلغتم إلى هذه الدرجة ، قالوا : بحب الله فقال عليه الصلاة والسلام : ” أنتم المقربون إلى الله يوم القيامة ” (تفسير الرازي، ج 3، ص 4)

Ibnu Rajab al-Hanbali membahagi kecintaan ini kepada dua darjat:

1 - إحداهما- فرض : وهي المحبة التي تقتضى قبول ما جاء به الرسول صلى الله عليه وسلم من عند الله ، وتلقيه بالمحبة والرضا والتعظيم والتسليم ، وعدم طلب الهدى من غير طريقه بالكلية ، ثم حسن الاتباع له فيما بلغه عن ربه ، من تصديقه في كل ما أخبر به وطاعته فيما أمر به من الواجبات ، والانتهاء عما نهي عنه من المحرمات ، ونصرة دينه والجهاد لمن خالفه بحسب القدرة ، فهذا القدر لا بد منه ، ولا يتم الإيمان بدونه .

2 - والدرجة الثانية : فضل ، وهي المحبة التي تقتضى حسن التأسي به ، وتحقيق الاقتداء بسنته ، في أخلاقه ، وآدابه ، ونوافله ، وتطوعاته ، وأكله ، وشربه ، ولباسه ، وحسن محاضرته لأزواجه ، وغير ذلك من آدابه الكاملة ، وأخلاقه الطاهرة . والاعتناء بمعرفة سيرته وأيامه ، واهتزاز القلب من محبته ، وتعظيمه ، وتوقره ومحبة استماع كلامه ، وإيثاره على كلام غيره من المخلوقين . ومن أعظم ذلك الاقتداء به في زهده في الدنيا والاجتزاء باليسير منها ، ورغبته في الآخرة (1) . ((1) استنشاق نسيم الأنس من نفحات رياض القدس . لأبي الفرج عبد الر حمن بن رجب الحنبلي . طبع مطبعة الإمام . مصر ص34 ، 35 .)

copyright terjemahan Ust. Engku Omar