Engkau yang berbicara tentang Berkah, mungkin musuh dari Berkah itu sendiri. Laki-laki maupun perempuan seharusnya menjadi musuh dari apa yang ingin ia cintai yang melekat dalam diri manusia -- tetapi hanya beberapa jenis manusia.
Dalam bahasa biasa, Berkah adalah sesuatu, yang melalui pengaruh keilahian, menyelamatkan manusia. Ini kebenaran; tetapi selamat hanya untuk sebuah tujuan. Lagi, dalam pembicaraan biasa, masyarakat berusaha memanfaatkan Berkah untuk memberi mereka sesuatu. Ini keserakahan yang samar. Orang-orang yang bertakhayul meminta Berkah dari makam orang suci. Memang ada, tetapi apa yang mereka dapatkan bukan Berkah, kecuali kalau tujuannya benar. Berkah melekat pada sesuatu seperti halnya pada masyarakat, tetapi hanya diberikan kepada yang layak. Karena tujuan praktis Berkah, sama sekali tidak ada di sana.
Ketika tidak ada Berkah sejati, dari kehausan manusia seperti itu, maka emosionalitasnya dianggap berasal dari harapan dan ketakutannya terhadap kebaikan Berkah. Jadi ia akan merasa bangga, kesedihan, emosi yang kuat, dan menyebutnya Berkah. Sesuatu yang sangat mudah dianggap sebagai Berkah adalah: suatu perasaan yang didapatkan manusia dari sesuatu yang aman, dikenal, menggetarkan.
Tetapi hanya kaum Sufi yang memiliki Berkah sejati. Mereka adalah salurannya, sebagaimana mawar sebagai saluran aroma wewangiannya. Mereka dapat memberimu Berkah, tetapi hanya jika engkau setia pada mereka, yang artinya setia terhadap apa yang mereka wakili.
Jika engkau mencari Berkah, temanku, carilah Sufi. Jika ia tampak brutal, berarti ia berterus terang, dan itulah takdir Berkahnya. Jika engkau ingin membayangkan, engkau akan sering-sering berada di dekat mereka yang tampak olehmu memberi jaminan dan pengangkatan depresi. Ambillah ini jika memang engkau perlu. Tetapi jangan sebut Berkah. Untuk mendapatkan Berkah, engkau harus memberi apa yang engkau miliki terus-menerus, sebelum engkau dapat menerima. Menerima sebelum engkau memberi adalah ilusi dan pikiran dosa. Bila engkau sudah memberi -- beri lagi, sepenuh jiwa.
(Syeikh Syamsuddin Siwasi)
AHLULBAIT
Jalan Sufi telah diteruskan melalui ahlulbait (keturunan Nabi Muhammad saw). Namun demikian tidak turun temurun semata-mata berdasar garis darah. Inilah paradoksnya. Oleh karena sebagian akan berkata, "Jadi itu disampaikan sebagai suatu rahasia yang diwariskan hanya kepada sebagian kecil, yang dikasihi oleh ahlulbait?" Namun itu tidak diturunkan hanya dengan cara demikian. Oleh karena itu, beberapa pakar logika mengatakan, hal itu pasti diturunkan melalui ahlulbait yang ditemukan kembali dari sumber lain? Tetapi ini bukan metode penyebarannya. Tidak, melainkan diturunkan, dan masih dikomunikasikan, dengan Empat Cara. Sebuah jalan "yang ada" di sisi luar dari semua hal-hal tersebut. Bila engkau memahaminya, engkau pun memahami Rahasia. Kukatakan ini kepadamu karena bermanfaat, bukan untuk membingungkan.
(Pelayan Ahlulbait, dalam That Which is Most Hidden)
0 komentar:
Posting Komentar